Pendekar Tongkat Emas adalah sebuah film Indonesia yang rilis tanggal 18 Desember 2014 kemarin. Disutradarai oleh sutradara ternama Ifa Isfansyah, yang juga sempat menangani film berjudul Sang Penari (banyak menerima penghargaan dalam ajang Festival Film Indonesia 2011 lalu). Dengan diproduseri oleh dua orang sineas yang tidak asing lagi di dunia perfilman Indonesia, yaitu Mira Lesmana dan Riri Riza, dan juga didukung dengan dana yang menembus angka 25 milyar, seharusnya film yang bertema silat ini bisa berbicara banyak. Sayang, hal itu tidak terlalu terwujud. Tanggung.
Pendekar Tongkat Emas yang berdurasi hampir 2 jam pas secara cerita bisa dibilang sederhana. Tidak terdapat twist atau plot-plot emosional ataupun yang menghasilkan konflik berarti. Mengalir polos apa adanya. Alur dan frame rate-nya agak lambat. Beresiko membuat penonton merasa jenuh. Untung saja sutradaranya jeli dengan memasukkan beberapa adegan laga pada waktu-waktu tertentu agar suasana kembali "ramai".
Berbicara soal adegan laga, menurut saya sudah oke. Koreografinya cakep (khususnya di scene terakhir). Yang mengganggu mungkin adalah gerakan-gerakan dari para aktor yang masih kaku dan janggal. Bisa dimaklumi karena nama-nama seperti Eva Celia, Nicholas Saputra, Reza Rahadian dan Tara Basro bukanlah pemain film yang memiliki basic ilmu bela diri. Oh iya. Adegan laganya menggunakan "shaky cam". Saya kurang terlalu suka dengan teknik beginian. Pusing.
Di balik hal itu semua, film ini memiliki daya tarik sendiri. Yaitu bagaimana keindahan landscape pulau Sumba (Nusa Tenggara Timur) yang eksotis itu dieksploitasi dengan suksesnya melalui bidikan-bidikan kamera. Selain keindahannya, kebudayaan pulau Sumba juga turut diperkenalkan kepada para penonton. Tentunya ini bisa masuk dalam upaya mempromosikan pariwisata Indonesia yang sebetulnya masih memiliki banyak tempat indah lainnya yang belum terjamahi.
Scoring yang dikoordinir oleh Erwin Gutawa juga oke. Memadukan antara aransemen tradisional dan orkestra. Menjadikan sebuah kontribusi yang istimewa untuk filmnya.
Pendekar Tongkat Emas mungkin bisa dibilang film yang kurang greget dan seharusnya memang bisa lebih bagus lagi. Namun apa yang dilakukan oleh Mira Lesmana dan Riri Riza ini sudah cukup untuk menghidupkan kembali film-film bergenre seperti ini. Mengingat bahwa Indonesia pada dua dekade silam sempat berjaya dengan film-film silat klasiknya. Masih ingat dengan Si Buta Dari Gua Hantu? Panji Tengkorak? Jaka Sembung?
So, dilihat aja ke depannya nanti bagaimana.
6,5/10.
Sunday, December 21, 2014
Saturday, December 20, 2014
THE HOBBIT: THE BATTLE OF THE FIVE ARMIES
Film The Hobbit: The Battle of the Five Armies tayang serentak di Indonesia per tanggal 17 Desember 2014 kemarin. Well, menurut saya filmnya bagus. Bisa dibilang ini merupakan seri penutup yang sempurna untuk kisah petualangan si hobbit kecil, Bilbo Baggins (Martin Freeman), dalam misinya menemani para dwarf (kurcaci) yang dikomandoi oleh Thorin Oakenshield untuk merebut kembali Erebor dari sang naga api bernama Smaug.
Tanpa perlu berlama-lama atau sekedar basa-basi lagi, begitu filmnya dimulai sang sutradara, Peter Jackson (yang sempat menangani trilogi Lord of the Rings dan King Kong itu), langsung melancarkan tensi film dengan adegan aksi yang dapat membuat penonton untuk sejenak menahan nafas. Yaitu saat Smaug yang sudah diliputi dengan amarahnya menyerang serta membakar habis Lake City sampai tak berbentuk lagi hanya dengan semburan nafas apinya. Pada nantinya Smaug dapat dikalahkan oleh aksi heroik Bard the Bowman (Luke Evans). Sangat disayangkan penampilan Smaug di film ini hanya sebentar saja.
Berhubung ini seri pamungkas, otomatis selama 2,5 jam durasi film sebagian besar diisi dengan menampilkan adegan pertempuran habis-habisan yang memanjakan penonton. Apalagi ketika lima pasukan besar mulai saling serang. Menyuguhkan scene perang dengan CGI apik dan spesial efek yang super top notch. Walaupun menurut saya scene perang dalam film ini tidak se-epik Lord of the Rings: The Two Towers (ingat dengan Battle of Haalm's Deep?) maupun Lord of the Rings: Return of the King (ingat Battle of Osgiliath?), Peter Jackson dengan jenius berhasil memberikan sinematografi laga yang memukau.
Berbeda dengan dua buah seri The Hobbit sebelumnya, yaitu An Unexpected Journey dan The Desolation of Smaug, kali ini persoalan dalam cerita justru datang dari Thorin (bukan lagi Bilbo) yang mengalami konflik dalam batinnya. Thorin digambarkan terbuai dengan bergelimangnya emas dan harta sehingga sedikit menggangu pikiran dan jiwanya. Hal ini menyebabkan terjadinya perselisihan yang tidak hanya kepada sahabat-sahabatnya, tetapi juga kepada lainnya. Seperti Bard, Gandalf (Ian McKellen) bahkan Thranduil (Lee Pace). Kredit diberikan kepada Richard Armitage (yang memerankan Thorin) karena berhasil menokohkan Thorin yang memiliki dua sisi berbeda, yaitu Thorin yag baik dan Thorin yang memiliki spektrum jahat.
Di sisi lain dari kisah pertempuran yang ada di film ini, The Battle of the Five Armies menawarkan kisah romantis antara she-elf Tauriel (diperankan oleh Evangeline Lilly) dan dwarf Kili (diperankan oleh Aidan Turner). Satu-satunya bumbu asmara yang ada dalam film ini nantinya akan berakhir pada suatu kejadian yang sungguh membuat penonton terharu atau mungkin meneteskan air mata. Tidak ketinggalan pula sosok Legolas yang luar biasa sekali kharismanya melalui akting dari seorang Orlando Bloom masih menambah daya tarik tersendiri bagi The Battle of the Five Armies.
Daya tarik lainnya yang juga menjadi scene favorit saya di film ini adalah munculnya tokoh-tokoh besar dan penting dalam kisah Lord of the Rings. Yakni saat mencoba memberikan pertolongan kepada Mithrandir alias Gandalf yang ditawan oleh Sauron. Tokoh-tokoh yang hadir tersebut antara lain adalah Lady Galadriel, Saruman the White (yang nantinya justru mengabdi pada Sauron) dan Elrond (haf-elf yang merupakan ayah dari Arwen, dimana nantinya Arwen menjadi istri dari Aragorn raja Gondor).
Saya merekomendasikan kepada kalian untuk menonton The Battle of the Five Armies dalam format 3D. Sebab akan memberikan pengalaman menonton yang "wah". Efek 3D-nya sangat terasa sekali. Seakan-akan keluar dari layar bioskop. Menonton format 3D dengan kualitas studio yang butut seperti di Palangka Raya sini saja sudah oke, apalagi bila menonton dalam studio yang kualitas serta teknologi 3D-nya lebih canggih, bahkan mampu memainkan format 3D HFR ataupun IMAX. Dijamin tak menyesal. Dapat saya katakan bahwa The Battle of the Five Armies adalah salah satu film dengan format 3D terbaik yang pernah saya tonton. Silakan buktikan sendiri bila tak percaya.
The Battle of the Five Armies yang awalnya diberi sub-judul There and Back Again ini dari segi cerita terasa biasa-biasa saja. Namun penyutradaraan dan visualnya oke banget. So, untuk film ini saya beri rating 8/10.
Semoga berkenan.
"If this is love, I don't want it. Take it away, please! Why does it hurt so much?" - Tauriel
Tanpa perlu berlama-lama atau sekedar basa-basi lagi, begitu filmnya dimulai sang sutradara, Peter Jackson (yang sempat menangani trilogi Lord of the Rings dan King Kong itu), langsung melancarkan tensi film dengan adegan aksi yang dapat membuat penonton untuk sejenak menahan nafas. Yaitu saat Smaug yang sudah diliputi dengan amarahnya menyerang serta membakar habis Lake City sampai tak berbentuk lagi hanya dengan semburan nafas apinya. Pada nantinya Smaug dapat dikalahkan oleh aksi heroik Bard the Bowman (Luke Evans). Sangat disayangkan penampilan Smaug di film ini hanya sebentar saja.
Berhubung ini seri pamungkas, otomatis selama 2,5 jam durasi film sebagian besar diisi dengan menampilkan adegan pertempuran habis-habisan yang memanjakan penonton. Apalagi ketika lima pasukan besar mulai saling serang. Menyuguhkan scene perang dengan CGI apik dan spesial efek yang super top notch. Walaupun menurut saya scene perang dalam film ini tidak se-epik Lord of the Rings: The Two Towers (ingat dengan Battle of Haalm's Deep?) maupun Lord of the Rings: Return of the King (ingat Battle of Osgiliath?), Peter Jackson dengan jenius berhasil memberikan sinematografi laga yang memukau.
Berbeda dengan dua buah seri The Hobbit sebelumnya, yaitu An Unexpected Journey dan The Desolation of Smaug, kali ini persoalan dalam cerita justru datang dari Thorin (bukan lagi Bilbo) yang mengalami konflik dalam batinnya. Thorin digambarkan terbuai dengan bergelimangnya emas dan harta sehingga sedikit menggangu pikiran dan jiwanya. Hal ini menyebabkan terjadinya perselisihan yang tidak hanya kepada sahabat-sahabatnya, tetapi juga kepada lainnya. Seperti Bard, Gandalf (Ian McKellen) bahkan Thranduil (Lee Pace). Kredit diberikan kepada Richard Armitage (yang memerankan Thorin) karena berhasil menokohkan Thorin yang memiliki dua sisi berbeda, yaitu Thorin yag baik dan Thorin yang memiliki spektrum jahat.
Di sisi lain dari kisah pertempuran yang ada di film ini, The Battle of the Five Armies menawarkan kisah romantis antara she-elf Tauriel (diperankan oleh Evangeline Lilly) dan dwarf Kili (diperankan oleh Aidan Turner). Satu-satunya bumbu asmara yang ada dalam film ini nantinya akan berakhir pada suatu kejadian yang sungguh membuat penonton terharu atau mungkin meneteskan air mata. Tidak ketinggalan pula sosok Legolas yang luar biasa sekali kharismanya melalui akting dari seorang Orlando Bloom masih menambah daya tarik tersendiri bagi The Battle of the Five Armies.
Daya tarik lainnya yang juga menjadi scene favorit saya di film ini adalah munculnya tokoh-tokoh besar dan penting dalam kisah Lord of the Rings. Yakni saat mencoba memberikan pertolongan kepada Mithrandir alias Gandalf yang ditawan oleh Sauron. Tokoh-tokoh yang hadir tersebut antara lain adalah Lady Galadriel, Saruman the White (yang nantinya justru mengabdi pada Sauron) dan Elrond (haf-elf yang merupakan ayah dari Arwen, dimana nantinya Arwen menjadi istri dari Aragorn raja Gondor).
Saya merekomendasikan kepada kalian untuk menonton The Battle of the Five Armies dalam format 3D. Sebab akan memberikan pengalaman menonton yang "wah". Efek 3D-nya sangat terasa sekali. Seakan-akan keluar dari layar bioskop. Menonton format 3D dengan kualitas studio yang butut seperti di Palangka Raya sini saja sudah oke, apalagi bila menonton dalam studio yang kualitas serta teknologi 3D-nya lebih canggih, bahkan mampu memainkan format 3D HFR ataupun IMAX. Dijamin tak menyesal. Dapat saya katakan bahwa The Battle of the Five Armies adalah salah satu film dengan format 3D terbaik yang pernah saya tonton. Silakan buktikan sendiri bila tak percaya.
The Battle of the Five Armies yang awalnya diberi sub-judul There and Back Again ini dari segi cerita terasa biasa-biasa saja. Namun penyutradaraan dan visualnya oke banget. So, untuk film ini saya beri rating 8/10.
Semoga berkenan.
"If this is love, I don't want it. Take it away, please! Why does it hurt so much?" - Tauriel
Thursday, December 11, 2014
EXODUS: GODS AND KINGS
Jujur, awalnya saya sedikit was-was bahwa film ini bisa tayang di
Indonesia mengingat Noah yang tempo hari gagal tayang karena diprotes
habis-habisan oleh suatu pihak yang berujung pada pencekalan. Syukurlah rasa was-was itu sirna. Sejak hari Rabu per tanggal 10 Desember 2014 kemarin Exodus: Gods and Kings sukses
tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia. Apa mungkin karena judulnya begitu hingga
tidak tahu bahwa ini film tentang Musa? Bagaimana jika seandainya memakai
judul Moses? Nah lo. Apapun itu, tetap harus disyukuri.
Seperti yang sudah diketahui bersama, film ini (tentu saja)
menceritakan tentang perjuangan seorang Musa untuk membebaskan
bangsanya, dalam hal ini bangsa Israel, dari penindasan dan perbudakan
oleh bangsa Mesir yang telah berjalan selama 400 tahun lebih. Sang
sutradara, Ridley Scott (salah satu sutradara favoritku yang film
Gladiator-nya sempat meraih penghargaan sebagai film terbaik dalam ajang
Piala Oscar tahun 2000 silam) mengambil pendekatan yang
berbeda dibandingkan dengan film-film tentang Musa lainnya yang pernah
ada. Scott mencoba menggambarkan filmnya dengan lebih logis, ilmiah dan
akurat. Dan menurut saya itu berhasil. Contohnya bisa dilihat pada
bagian penting dalam kisah ini, yaitu kesepuluh tulah dan peristiwa
menyeberangi Laut Merah. Dapat diterima nalar. Apalagi adegan membelah
Laut Merah-nya tidak terkesan lebay.
Di film ini sebenarnya banyak pemain bagus. Salah satunya
aktor watak Ben Kingsley. Entah kenapa mereka hanya diberi porsi yang
sedikit. Otomatis dalam film ini kita menyaksikan one man show-nya
Christian Bale, seorang aktor yang namanya makin melejit berkat perannya sebagai Batman/Bruce Wayne pada trilogi The Dark Knight. Akting Bale
cukup oke dan mumpuni dalam memerankan tokoh Musa yang sedang berproses
untuk menyakini Tuhan dan juga mencoba percaya bahwa hanya dirinya sendirilah
yang sanggup memberikan kebebasan pada bangsa Israel. Oh iya, demi
perannya ini Bale dikatakan sampai membaca beberapa kitab-kitab yang ada
mengisahkan tentang Musa. Termasuk itu Alkitab (Bible) maupun Alquran.
Bahkan Bale juga sampai ikut Sekolah Minggu. Gokil! Selain Bale, kredit
menurut saya juga layak disematkan kepada Joel Edgerton yang berperan
apik sebagai Ramses.
Exodus: Gods and Kings menawarkan spesial efek yang
memukau. Puncaknya bisa dilihat pada saat di Laut Merah. Seandainya
menonton di bioskop yang memiliki kualitas 3D bagus mungkin bisa ikut
mwrasakan betapa dahsyatnya air laut yang deras itu. Selain visual efek,
make up artist dan kostum juga oke banget di film ini. Tidak
ketinggalan scoring yang tampil membahana. Apalagi tak jarang diselipin
dengan irama-irama khas timur tengah yang unik dan khas itu.
Anyway, menonton film ini anggap saja sebagai hiburan. Jangan
terlalu dibawa serius ke agamanya masing-masing. Jangan juga berharap
akan sama persis alurnya dengan kitab-kitab suci. Pokoknya dinikmati
saja apa adanya.
Salah satu yang menjadi pro-kontra dalam film ini mungkin
adalah penggambaran Tuhan yang berupa seorang anak kecil. Sebenarnya ini
tak perlu dipersoalkan. Toh ini hanya persepsi dari sutradaranya saja.
Masih ingat dengan film Bruce Almighty yang dibintangi oleh Jim Carrey?
Dimana di film itu Tuhan digambarkan dengan seorang pria tua berkulit
hitam yang diperankan oleh Morgan Freeman? Apa tidak lebih kontroversial
lagi tuh? Hehe.
Akhir kata, Exodus: Gods and Kings menurut saya fine-fine
aja filmnya. Oke untuk ditonton. Walaupun alur dramanya terasa datar atau biasa serta kurang kolosal,
setidaknya saya tetap enjoy menikmati film yang memakan durasi sekitar
2,5 jam ini. Bukannya membandingkan, saya rasa Exodus: Gods and Kings
masih cukup oke ketimbang Noah yang menurut saya cukup "aneh" itu.
Salam.
Tambahan:
- Awalnya film ini hendak diberi judul Exodus. Berhubung sudah pernah ada film yang memakai judul ini dan juga terkendala dengan hak cipta, akhirnya ditambahlah hingga menjadi Exodus: Goda and Kings.
- Menurut saya film The Ten Commandments (rilisan tahun 1956) masih tetap menjadi film terbaik yang bercerita tentang Musa. Belum pernah menonton film tersebut? Anda rugi!
- Awalnya film ini hendak diberi judul Exodus. Berhubung sudah pernah ada film yang memakai judul ini dan juga terkendala dengan hak cipta, akhirnya ditambahlah hingga menjadi Exodus: Goda and Kings.
- Menurut saya film The Ten Commandments (rilisan tahun 1956) masih tetap menjadi film terbaik yang bercerita tentang Musa. Belum pernah menonton film tersebut? Anda rugi!
Thursday, November 13, 2014
BIG HERO 6
Waaaah.... Big Hero 6 bagus bangeeet, at least for me. Saya suka! So much fun here. Ceritanya sederhana. Karakter-karakternya juga catchy. Alur cerita ringan dengan plot yang sederhana. Apalagi kisahnya dipenuhi oleh nuansa keriangan serta dibumbui dengan kejenakaan yang bisa membuat penonton lepas tertawa renyah. Dari segi visual, jangan tanya deh. Apik dengan tone-tone yang cerah, bersih dan rapi.
Dari judulnya sudah bisa ditebak. Ini film animasi action ala superhero begitu. Big Hero 6 dapat dikatakan nama sebuah grup berisikan 6 orang yang memiliki kelebihannya masing-masing. Yah, seperti The Avengers gitu deh. Tema film klise sebenarnya. Kebaikan melawan kejahatan. Tapi tetap saja menarik untuk diikuti. Sebuah tontonan keluarga yang layak disimak (ajak anak anda, karena ini film semua umur). Di dalamnya sarat dengan pesan-pesan yang positif dan mendidik.
Yang menjadi bintang dalam animasi ini siapa lagi kalau bukan robot imut dan polos bernama Baymax. Baymax sendiri sejatinya adalah sebuah robot perawat. Namun pada akhirnya nanti juga dapat difungsikan menjadi robot petarung. Karakter Baymax yang lucu, imut dan berkesan bagi penonton setidaknya menambah ikon bagi Walt Disney dimana sebelumnya telah hadir Olaf (ingat di Frozen?) yang super heboh itu.
Big Hero 6 sendiri diadaptasi dari komik berjudul sama terbitan Marvel Comics. Jadi bisa dikatakan bahwa Big Hero 6 adalah pertama kalinya animasi Walt Disney yang menggunakan karakter Marvel.
Apakah Big Hero 6 bisa mengikuti jejak Frozen yang pada tahun kemarin terpilih sebagai Best Animation dalam ajang beken perfilman dunia, yaitu Piala Oscar? Kita lihat saja nanti. Setidaknya How to Train Your Dragon 2 yang juga keren itu, kini telah memiliki pesaing kuat.
Oh iya, Big Hero 6 memiliki extra ending yang terletak pada post credit (paling akhir setelah credit list selesai). Extra ending tersebut sangat gokil dan cukup bikin suprise. Tidak percuma menunggu lama di dalam studio. Apalagi pihak security dan petugas kebersihannya pada pelototin mulu. Ah, cuek. EGP. Wong saya nonton bayar kok.
Alhasil, film yang berdurasi sekitar 100 menit ini saya kasih nilai 9/10. Falalala....
Tambahan:
Jangan telat datang ke bioskop. Sebab di awal film akan ada sebuah short movie yang berjudul Feast. Disney kerap kali menyisipkan hal beginian di dalam film-film animasinya.
Dari judulnya sudah bisa ditebak. Ini film animasi action ala superhero begitu. Big Hero 6 dapat dikatakan nama sebuah grup berisikan 6 orang yang memiliki kelebihannya masing-masing. Yah, seperti The Avengers gitu deh. Tema film klise sebenarnya. Kebaikan melawan kejahatan. Tapi tetap saja menarik untuk diikuti. Sebuah tontonan keluarga yang layak disimak (ajak anak anda, karena ini film semua umur). Di dalamnya sarat dengan pesan-pesan yang positif dan mendidik.
Yang menjadi bintang dalam animasi ini siapa lagi kalau bukan robot imut dan polos bernama Baymax. Baymax sendiri sejatinya adalah sebuah robot perawat. Namun pada akhirnya nanti juga dapat difungsikan menjadi robot petarung. Karakter Baymax yang lucu, imut dan berkesan bagi penonton setidaknya menambah ikon bagi Walt Disney dimana sebelumnya telah hadir Olaf (ingat di Frozen?) yang super heboh itu.
Big Hero 6 sendiri diadaptasi dari komik berjudul sama terbitan Marvel Comics. Jadi bisa dikatakan bahwa Big Hero 6 adalah pertama kalinya animasi Walt Disney yang menggunakan karakter Marvel.
Apakah Big Hero 6 bisa mengikuti jejak Frozen yang pada tahun kemarin terpilih sebagai Best Animation dalam ajang beken perfilman dunia, yaitu Piala Oscar? Kita lihat saja nanti. Setidaknya How to Train Your Dragon 2 yang juga keren itu, kini telah memiliki pesaing kuat.
Oh iya, Big Hero 6 memiliki extra ending yang terletak pada post credit (paling akhir setelah credit list selesai). Extra ending tersebut sangat gokil dan cukup bikin suprise. Tidak percuma menunggu lama di dalam studio. Apalagi pihak security dan petugas kebersihannya pada pelototin mulu. Ah, cuek. EGP. Wong saya nonton bayar kok.
Alhasil, film yang berdurasi sekitar 100 menit ini saya kasih nilai 9/10. Falalala....
Tambahan:
Jangan telat datang ke bioskop. Sebab di awal film akan ada sebuah short movie yang berjudul Feast. Disney kerap kali menyisipkan hal beginian di dalam film-film animasinya.
Wednesday, November 12, 2014
NIGHTCRAWLER
Malam minggu kemarin saya nonton film Nightcrawler (tayang midnight). Dibintangi oleh Jake Gyllenhaal (Prince of Persia, Enemy, Prisoners,
dll). Seorang aktor yang harusnya tidak asing lagi di telinga kalian.
Filmnya bagus. Saya suka banget. Nightcrawler mengambil genre drama/mystery/suspense
dengan tema jurnalistik. Ketegangan merupakan hal utama yang dijual
dalam film ini. Dan menurutku itu sukses. Ceritanya tak terlalu berat.
Gampang dimengerti dan diikuti. Selain itu juga terselip guyonan yang
bisa membuat penonton nyengir. Yang perlu diwaspadai adalah adanya
adegan sarat kekerasan yang mungkin mengganggu. Makanya film ini
memasang rating dewasa.
Bercerita tentang seorang pria bernama Louis Bloom (dipanggil Lou) seorang reporter lepas yang meliput berita kriminal. Lou ini tak hanya berdedikasi dgn pekerjaannya saja, tapi dia juga merupakan sosok yang sangat ambisius. Saking ngototnya dalam mencari berita, Lou akhirnya membuat beritanya sendiri. Membuntuti targetnya dan merekam adegan kejahatan yang dilakukan tanpa niat utk mencegah atau membantu korban. Lou juga mendramatisir tempat kejadian perkara agar mendapatkan berita yang heboh.
Jake Gyllenhaal bermain apik dengan menokohkan Lou yang santun, perhitungan, perfeksionis namun sociopath dan terkadang meledak-ledak. Karakter Lou bisa dibilang abu-abu (bila tidak mau dibilang antagonis) dalam film ini. Memaksa kita sebagai penonton untuk menentukan dan menilai sendiri apakah tindakan Lou itu benar atau salah. Oh ya, demi peran ini Jake Gyllenhaal sampai harus menurunkan berat badannya sebanyak 10 kg. Pantas terlihat kurus.
Nightcrawler sebuah film yang layak untuk disimak. Di saat semua orang sedang berkiblat ke Interstellar dan Big Hero 6, Nightcrawler hadir menawarkan warna dan kejutan serta kegilaan tersendiri. Go for it!
Semoga berkenan.
Bercerita tentang seorang pria bernama Louis Bloom (dipanggil Lou) seorang reporter lepas yang meliput berita kriminal. Lou ini tak hanya berdedikasi dgn pekerjaannya saja, tapi dia juga merupakan sosok yang sangat ambisius. Saking ngototnya dalam mencari berita, Lou akhirnya membuat beritanya sendiri. Membuntuti targetnya dan merekam adegan kejahatan yang dilakukan tanpa niat utk mencegah atau membantu korban. Lou juga mendramatisir tempat kejadian perkara agar mendapatkan berita yang heboh.
Jake Gyllenhaal bermain apik dengan menokohkan Lou yang santun, perhitungan, perfeksionis namun sociopath dan terkadang meledak-ledak. Karakter Lou bisa dibilang abu-abu (bila tidak mau dibilang antagonis) dalam film ini. Memaksa kita sebagai penonton untuk menentukan dan menilai sendiri apakah tindakan Lou itu benar atau salah. Oh ya, demi peran ini Jake Gyllenhaal sampai harus menurunkan berat badannya sebanyak 10 kg. Pantas terlihat kurus.
Nightcrawler sebuah film yang layak untuk disimak. Di saat semua orang sedang berkiblat ke Interstellar dan Big Hero 6, Nightcrawler hadir menawarkan warna dan kejutan serta kegilaan tersendiri. Go for it!
Semoga berkenan.
Saturday, November 08, 2014
INTERSTELLAR
Selesai nonton. Ya ampuuun, bingung bagaimana cara mereviewnya. Mulai dari mana ya? Yang pasti Interstellar ini film yang bikin getir begitu kaki beranjak keluar studio. Filmnya perpaduan antara scifi (fiksi ilmiah) dan drama. Ceritanya oke menurutku, walaupun agak berat (memaksa penonton berpikir keras). Sang sutradara, Christopher Nolan membangun cerita agak lambat di awal, dan kemudian mulai jalan ngebut & thrilling saat durasi telah mencapai 2/3 dari film. Lambat di sini maksudnya bukan ngebosenin sih. Tapi menjaga penonton untuk menebak-nebak atau menduga hal gerangan apa yang akan terjadi berikutnya. Dan ending dari film ini menghadirkan twist yang selain mengejutkan juga menakjubkan. Bravo!
Secara garis besar, Interstellar berceritakan tentang Bumi yang dalam beberapa waktu ke depan sudah tidak layak huni lagi akibat kelangkaan bahan pangan. NASA, badan antariksa Amerika Serikat, memberangkatkan Cooper (diperankan dengan apik oleh Matthew McConaughey) beserta yang lainnya dengan misi menyelamatkan manusia serta guna mencari planet sebagai alternatif kehidupan umat manusia. Planet tersebut tidak berada di dalam sistem tata surya, melainkan di galaksi lain. Maka pertualangan ruang angkasa menembus wormhole yang belum pernah dicoba pun dilakukan. Berhasilkah Cooper cs menemukan planet tersebut?
Bagi kalian yang gemar sains, fisika, alam semesta, ruang dan waktu, kayaknya bakal suka deh dengan film ini. Banyak teori-teori ilmiah yang dipaparkan oleh Nolan. Mulai dari wormhole, blackhole, teori gravitasi, teori relativitas, teori waktu sampai dengan fisika kuantum. Hal-hal itulah yang memberikan premis kuat akan ceritanya walaupun sebenarnya rasio mencoba untuk menyangkalnya. Mind blowing! Jadi menyesal waktu SMP dan SMA dulu suka bolos pas pelajaran Fisika.
Sisi drama yang ditampilkan pada film ini bagus banget. Beberapanya malah cukup emosional (hubungan ayah dan anak). Untuk sisi visualnya, sebenarnya sudah keduluan Gravity sih, but it was beautiful and fantastic. Tidak bisa membayangkan bila nonton versi 3D apalagi IMAX. Untuk scoring (musik latar belakang), nama Hans Zimmer tak perlu diragukan lagi. Top notch! Masuk dan matching dengan tiap adegan dan momen di dalamnya.
Durasi film ini hampir mencapai 3 jam. Sangat tidak disarankan bagi kalian yang tidak menyukai film mikir dan berat dicerna. Dijamin lekas merasa jenuh. Namun bila ada yang suka dengan model film beginian, saya cuma menyarankan sebelum menonton ada baiknya makan terlebih dahulu dan minum yang secukupnya. Setidaknya dengan nutrisi yang masuk bisa membuat kinerja otak lebih baik ketimbang nonton film berat dengan perut keroncongan. Haha.
Oh iya, naskah/skrip film ini dibuat oleh Jonathan Nolan (saudara kandung Christopher Nolan). Untuk menulis naskah Interstellar, Jonathan Nolan sampai harus kuliah sains selama 4 tahun. Luar biasa sekali dedikasinya!
Konklusi akhir, saya beri 8,5/10. How about you guys?
Semoga berkenan.
Trivia:
- Untuk dapat merasakan suasana dan inspirasi kehidupan saat perjalanan di ruang angkasa, Nolan mengundang mantan astronot Marsha Ivins ke lokasi syuting.
- Pada 2006, film ini direncanakan akan disutradarai oleh Steven Spielberg dan Jonathan Nolan sebagai penulis naskah. Namun, Steven memilik proyek-proyek film lain sebagai gantinya. Pada 2012, Jonathan Nolan menyarankan proyek film ini disutradarai saudaranya sendiri yakni Christopher Nolan.
Secara garis besar, Interstellar berceritakan tentang Bumi yang dalam beberapa waktu ke depan sudah tidak layak huni lagi akibat kelangkaan bahan pangan. NASA, badan antariksa Amerika Serikat, memberangkatkan Cooper (diperankan dengan apik oleh Matthew McConaughey) beserta yang lainnya dengan misi menyelamatkan manusia serta guna mencari planet sebagai alternatif kehidupan umat manusia. Planet tersebut tidak berada di dalam sistem tata surya, melainkan di galaksi lain. Maka pertualangan ruang angkasa menembus wormhole yang belum pernah dicoba pun dilakukan. Berhasilkah Cooper cs menemukan planet tersebut?
Bagi kalian yang gemar sains, fisika, alam semesta, ruang dan waktu, kayaknya bakal suka deh dengan film ini. Banyak teori-teori ilmiah yang dipaparkan oleh Nolan. Mulai dari wormhole, blackhole, teori gravitasi, teori relativitas, teori waktu sampai dengan fisika kuantum. Hal-hal itulah yang memberikan premis kuat akan ceritanya walaupun sebenarnya rasio mencoba untuk menyangkalnya. Mind blowing! Jadi menyesal waktu SMP dan SMA dulu suka bolos pas pelajaran Fisika.
Sisi drama yang ditampilkan pada film ini bagus banget. Beberapanya malah cukup emosional (hubungan ayah dan anak). Untuk sisi visualnya, sebenarnya sudah keduluan Gravity sih, but it was beautiful and fantastic. Tidak bisa membayangkan bila nonton versi 3D apalagi IMAX. Untuk scoring (musik latar belakang), nama Hans Zimmer tak perlu diragukan lagi. Top notch! Masuk dan matching dengan tiap adegan dan momen di dalamnya.
Durasi film ini hampir mencapai 3 jam. Sangat tidak disarankan bagi kalian yang tidak menyukai film mikir dan berat dicerna. Dijamin lekas merasa jenuh. Namun bila ada yang suka dengan model film beginian, saya cuma menyarankan sebelum menonton ada baiknya makan terlebih dahulu dan minum yang secukupnya. Setidaknya dengan nutrisi yang masuk bisa membuat kinerja otak lebih baik ketimbang nonton film berat dengan perut keroncongan. Haha.
Oh iya, naskah/skrip film ini dibuat oleh Jonathan Nolan (saudara kandung Christopher Nolan). Untuk menulis naskah Interstellar, Jonathan Nolan sampai harus kuliah sains selama 4 tahun. Luar biasa sekali dedikasinya!
Konklusi akhir, saya beri 8,5/10. How about you guys?
Semoga berkenan.
Trivia:
- Untuk dapat merasakan suasana dan inspirasi kehidupan saat perjalanan di ruang angkasa, Nolan mengundang mantan astronot Marsha Ivins ke lokasi syuting.
- Pada 2006, film ini direncanakan akan disutradarai oleh Steven Spielberg dan Jonathan Nolan sebagai penulis naskah. Namun, Steven memilik proyek-proyek film lain sebagai gantinya. Pada 2012, Jonathan Nolan menyarankan proyek film ini disutradarai saudaranya sendiri yakni Christopher Nolan.
Tuesday, October 28, 2014
JOHN WICK
Jangan pernah membangunkan singa yang sedang tidur. Sebab akan lebih buas ketimbang saat singa itu terjaga. Istilah tadi layak disematkan untuk kisah dari film yang berjudul John Wick ini. Filmnya sendiri menceritakan tentang seorang pembunuh bayaran profesional bernama John Wick yang pensiun karena ingin serius menjalani kehidupan sebagaimana mestinya dengan sang istri. Namun suatu saat, si istri meninggal karena kanker. Tinggallah John Wick menyendiri. Saat berada dalam lorong ketidakjelasan dalam hidupnya, muncul secercah harapan. Yaitu berupa seekor anak anjing yang ternyata pemberian istrinya sebelum meninggal, namun dititipkan ke orang lain. Hari-hari John Wick dilalui dengan ceria bersama anjing kesayangannya yang lucu itu. Namun nahas, pada suatu kejadian anjing tersebut tewas dibunuh oleh seorang pemuda bernama Iosef Tarasov. Selain membunuh hewan itu, ia juga mengambil mobil Mustang kesayangan John Wick. Dari sinilah cerita mulai bergerak. John Wick merasa hidup tenangnya telah diusik. Amarahnya tak terbendungkan lagi. Mata harus dibalas dengan mata. Nyawa seekor anjing tetap harus dibayar dengan nyawa manusia. Insting membunuhnya kembali bergelora. Dengan berbekal perasaan dendam yang memuncak, John mulai mencari Iosef Tarasov yang tak lain nantinya adalah putra semata wayang dari Viggo Taraso, bos mafia Rusia, yang sempat menjadi kolega John Wick. Berhasilkah John Wick menyelesaikan ambisinya itu seorang diri?
Secara garis besar, bisa saya katakan bahwa film ini sebenarnya sangat sederhana dan singkat, namun padat sekali. Sangat intens mulai dari awal hingga akhir. Tidak ada adegan-adegan yang mubazir. Semua sesuai dengan kebutuhannya. Filmnya juga cukup asyik dan gampang dinikmati serta memberi hiburan yang luar biasa kepada penonton. John Wick penuh dengan adegan aksi. Baik itu adegan tembak-tembakan dan adegan laga. Menampilkan koreografi yang cadas dan brutal layaknya film The Raid: Berandal. Tanpe bertele-tele dan banyak cingcong langsung main hajar, hantam sana sini, tusuk secara membabi buta serta jedar jedor tanpa basa-basi. Darah dimana-mana. Wajar bila John Wick diberi rating R, yang berarti hanya bisa dikonsumsi oleh orang dewasa saja.
Keanu Reeves, seorang aktor kharismatik yang memerankan John Wick, secara usia bisa dibilang sudah mulai uzur. Tahun ini ia berumur 50 tahun. Namun semua adegan aksi yang dia lakukan dalam film ini sangat tidak menggambarkan usianya tersebut. Ia masih bisa bergerak lincah melakukan semua adegan aksi tanpa canggung maupun kaku. Luwes. Baik itu menggunakan senjata sampai dengan hand-to-hand combat.
Sangat direkomendasikan buat kalian yang memang pecinta murni adegan aksi penuh dengan kekerasan yang stylish dan berseni. Atas nama pendapat pribadi, film ini saya beri rating 8/10. Memukau!
Film yang bernuansa gelap dan sedikit suram ini memakan durasi kurang lebih 2 jam. Disutradarai oleh David Leitch dan Chad Stahelski. Mulai tayang midnight di Indonesia pada tanggal 25 Oktober kemarin dan tayang secara reguler di bioskop per tanggal 27 Oktober. So, what do you waiting for? Enjoy the movie then.
Secara garis besar, bisa saya katakan bahwa film ini sebenarnya sangat sederhana dan singkat, namun padat sekali. Sangat intens mulai dari awal hingga akhir. Tidak ada adegan-adegan yang mubazir. Semua sesuai dengan kebutuhannya. Filmnya juga cukup asyik dan gampang dinikmati serta memberi hiburan yang luar biasa kepada penonton. John Wick penuh dengan adegan aksi. Baik itu adegan tembak-tembakan dan adegan laga. Menampilkan koreografi yang cadas dan brutal layaknya film The Raid: Berandal. Tanpe bertele-tele dan banyak cingcong langsung main hajar, hantam sana sini, tusuk secara membabi buta serta jedar jedor tanpa basa-basi. Darah dimana-mana. Wajar bila John Wick diberi rating R, yang berarti hanya bisa dikonsumsi oleh orang dewasa saja.
Keanu Reeves, seorang aktor kharismatik yang memerankan John Wick, secara usia bisa dibilang sudah mulai uzur. Tahun ini ia berumur 50 tahun. Namun semua adegan aksi yang dia lakukan dalam film ini sangat tidak menggambarkan usianya tersebut. Ia masih bisa bergerak lincah melakukan semua adegan aksi tanpa canggung maupun kaku. Luwes. Baik itu menggunakan senjata sampai dengan hand-to-hand combat.
Sangat direkomendasikan buat kalian yang memang pecinta murni adegan aksi penuh dengan kekerasan yang stylish dan berseni. Atas nama pendapat pribadi, film ini saya beri rating 8/10. Memukau!
Film yang bernuansa gelap dan sedikit suram ini memakan durasi kurang lebih 2 jam. Disutradarai oleh David Leitch dan Chad Stahelski. Mulai tayang midnight di Indonesia pada tanggal 25 Oktober kemarin dan tayang secara reguler di bioskop per tanggal 27 Oktober. So, what do you waiting for? Enjoy the movie then.
Saturday, October 25, 2014
FURY
Fury, sebuah film arahan dari sutradara David Ayer (sempat dikenal dengan karya filmnya berjudul Training Day) yang mengambil kisah dari peristiwa menjelang berakhirnya Perang Dunia II. Berlatar pada tahun 1945 saat pasukan Amerika Serikat melawan Schutzstaffel (disebut juga SS, merupakan pasukan elit Nazi) di Jerman. Film ini dibintangi oleh aktor tampan yang baru saja resmi menikahi Angelina Jolie, yaitu Brad Pitt (sebagai Don "Wardaddy Collier). Selain Pitt, juga hadir beberapa aktor lainnya yang cukup mumpuni di dalam dunia akting. Seperti Shia LaBeouf (sebagai Boyd “Bible” Swan), Michael Pena (sebagai Trini “Gordo” Garcia), Jon Bernthal (sebagai Grady “Coon-Ass” Travis) dan Logan Lerman (sebagai Norman “Machine” Ellison). Fury rilis di Indonesia sejak tanggal 21 Oktober 2014 kemarin.
Film ini mengisahkan tentang sebuah tim yang mengendarai tank perang. Tank tersebut bernama Fury. Dimana Wardaddy menjadi komandannya dengan pangkat sersan. Dari kokpit, Wardaddy bertugas mengatur dan mengomandoi tank tersebut dan memberikan perintah ke rekan-rekan yang ada di dalamnya. Pada suatu ketika, Wardaddy cs dimintai tolong untuk membantu pasukan Amerika lainnya yang membutuhkan bantuan. Setelah sampai pada sebuah tempat yang telah ditetapkan, mendadak tank terkena ranjau dan tidak dapat berjalan dengan normal lagi. Di saat itulah satu batalyon pasukan SS sedang menuju ke arah mereka. Dengan bermodalkan peralatan perang dan amunisi seadanya serta tanpa ada backup dari pasukan Amerika, kelima orang tersebut berjuang untuk mempertahankan tempat itu. Berhasilkah?
Secara keseluruhan saya menyukai film ini. Secara cerita, film yang durasinya agak lama (hampir 2,5 jam) berjalan dengan intens (sangat kuat). Sehingga tidak menyebabkan rasa jenuh atau bosan pada penonton. Sang sutradara sepertinya paham betul bagaimana memainkan alur ceritanya. Dengan pengalaman menyutradarai Training Day, alur dibuat sedemikian rupa asyiknya sehingga tercipta kesinambungan yang dinamis. Memang sih ada beberapa alur yang terkesan datar dan juga agak dipaksa untuk didramatisir, tapi bagi saya itu tidak menjadi soal.
Adegan perangnya juga oke. Apalagi perang antar tanknya itu. Dibaluti dengan spesial efek dan sound yang luar biasa gegap gempita. Desingan-desingan peluru dan bom terdengar dengan jelas dan dahsyat. Ditambah lagi dengan pemandangan dan situasi yang dibuat secara nyata, menambah kesan betapa suramnya yang namanya perang itu. Lihat saja bagaimana onggokan daging dan darah manusia beberapa kali sempat menghiasi layar film. Yang tidak tahan mungkin akan sedikit merasakan ngilu.
Apa yang diperagakan oleh kelima aktor keren rasanya tak perlu dipertanyakan lagi kualitasnya. Terlebih khususnya Brad Pitt. Dimana Pitt berhasil menggambarkan sosok Wardaddy yang keras, tegas, kasar, cerdas, bertangan dingin dan banyak makan garam di peperangan. Namun di sisi lain, Wardaddy adalah sosok yang emosional. Tengok saja bagaimana Wardaddy merasa kasihan terhadap dua perempuan Jerman dalam keadaan ketakutan yang ia temui. Alih-alih untuk menyiksa atau membunuh, Wardaddy justru meminta kedua orang perempuan tersebut untuk memasak telur buat santapan makan. Kredit juga layak disematkan kepada Logan Lerman. Apik dalam menokohkan seorang Norman yang masih hijau dalam peperangan.
Film ini juga menyelipkan nuansa romantis di tengah-tengah gelut perang. Bisa dijumpai saat adegan Norman memainkan piano sambil mengiringi salah satu dua perempuan Jerman tadi. Sedikit menyentuh sisi kemanusiaan.
Walaupun Fury menampilkan film perang yang terlihat sadis dan kejam, sisi humor juga bisa didapatkan di sini. Humor didapat dari aksi kocak penghuni tank Fury. Baik itu secara verbal maupun tindakan. Cukup menghibur penonton. Setidaknya mencairkan suasana yang penuh ketegangan dan kengerian.
Fury adalah gambar kekejaman perang beserta dampaknya. Membunuh bukan lagi pilihan, melainkan satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sesuai dengan istilah yang familiar, membunuh atau dibunuh. Film ini tak melulu menghujani penonton dengan kehadiran "monster-monster" nan keji, melainkan manusia-manusia pada dasarnya dianugerahi sifat baik. Tergantung dari individunya sendiri bagaimana untuk menyikapi anugerah tersebut.
Saya memberi rating 7,5/10. Semoga berkenan.
Tambahan:
Kutipan menarik dari Wardaddy: "Ideologi penuh kedamaian. Sejarah penuh kekerasan."
Film ini mengisahkan tentang sebuah tim yang mengendarai tank perang. Tank tersebut bernama Fury. Dimana Wardaddy menjadi komandannya dengan pangkat sersan. Dari kokpit, Wardaddy bertugas mengatur dan mengomandoi tank tersebut dan memberikan perintah ke rekan-rekan yang ada di dalamnya. Pada suatu ketika, Wardaddy cs dimintai tolong untuk membantu pasukan Amerika lainnya yang membutuhkan bantuan. Setelah sampai pada sebuah tempat yang telah ditetapkan, mendadak tank terkena ranjau dan tidak dapat berjalan dengan normal lagi. Di saat itulah satu batalyon pasukan SS sedang menuju ke arah mereka. Dengan bermodalkan peralatan perang dan amunisi seadanya serta tanpa ada backup dari pasukan Amerika, kelima orang tersebut berjuang untuk mempertahankan tempat itu. Berhasilkah?
Secara keseluruhan saya menyukai film ini. Secara cerita, film yang durasinya agak lama (hampir 2,5 jam) berjalan dengan intens (sangat kuat). Sehingga tidak menyebabkan rasa jenuh atau bosan pada penonton. Sang sutradara sepertinya paham betul bagaimana memainkan alur ceritanya. Dengan pengalaman menyutradarai Training Day, alur dibuat sedemikian rupa asyiknya sehingga tercipta kesinambungan yang dinamis. Memang sih ada beberapa alur yang terkesan datar dan juga agak dipaksa untuk didramatisir, tapi bagi saya itu tidak menjadi soal.
Adegan perangnya juga oke. Apalagi perang antar tanknya itu. Dibaluti dengan spesial efek dan sound yang luar biasa gegap gempita. Desingan-desingan peluru dan bom terdengar dengan jelas dan dahsyat. Ditambah lagi dengan pemandangan dan situasi yang dibuat secara nyata, menambah kesan betapa suramnya yang namanya perang itu. Lihat saja bagaimana onggokan daging dan darah manusia beberapa kali sempat menghiasi layar film. Yang tidak tahan mungkin akan sedikit merasakan ngilu.
Apa yang diperagakan oleh kelima aktor keren rasanya tak perlu dipertanyakan lagi kualitasnya. Terlebih khususnya Brad Pitt. Dimana Pitt berhasil menggambarkan sosok Wardaddy yang keras, tegas, kasar, cerdas, bertangan dingin dan banyak makan garam di peperangan. Namun di sisi lain, Wardaddy adalah sosok yang emosional. Tengok saja bagaimana Wardaddy merasa kasihan terhadap dua perempuan Jerman dalam keadaan ketakutan yang ia temui. Alih-alih untuk menyiksa atau membunuh, Wardaddy justru meminta kedua orang perempuan tersebut untuk memasak telur buat santapan makan. Kredit juga layak disematkan kepada Logan Lerman. Apik dalam menokohkan seorang Norman yang masih hijau dalam peperangan.
Film ini juga menyelipkan nuansa romantis di tengah-tengah gelut perang. Bisa dijumpai saat adegan Norman memainkan piano sambil mengiringi salah satu dua perempuan Jerman tadi. Sedikit menyentuh sisi kemanusiaan.
Walaupun Fury menampilkan film perang yang terlihat sadis dan kejam, sisi humor juga bisa didapatkan di sini. Humor didapat dari aksi kocak penghuni tank Fury. Baik itu secara verbal maupun tindakan. Cukup menghibur penonton. Setidaknya mencairkan suasana yang penuh ketegangan dan kengerian.
Fury adalah gambar kekejaman perang beserta dampaknya. Membunuh bukan lagi pilihan, melainkan satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sesuai dengan istilah yang familiar, membunuh atau dibunuh. Film ini tak melulu menghujani penonton dengan kehadiran "monster-monster" nan keji, melainkan manusia-manusia pada dasarnya dianugerahi sifat baik. Tergantung dari individunya sendiri bagaimana untuk menyikapi anugerah tersebut.
Saya memberi rating 7,5/10. Semoga berkenan.
Tambahan:
Kutipan menarik dari Wardaddy: "Ideologi penuh kedamaian. Sejarah penuh kekerasan."
Saturday, October 11, 2014
DRACULA UNTOLD
Singkat saja. Maklum, sedang tidak mood mengetik gegara lapar. For me, Dracula Untold was an okay movie. Saya cukup menikmatinya mulai dari detik awal hingga penghabisan. Film yang bernuansa gelap ini durasi waktunya hanya sekitar 90 menit saja. Oh iya. Di Indonesia film ini tayang sejak hari Kamis, tanggal 8 Oktober 2014 kemarin.
Filmnya sendiri perpaduan antara drama dan action. Porsi drama sedikit lebih banyak daripada aksi. Namun tenang saja. Tidak membuat penonton merasa bosan maupun jenuh. Adegan aksinya cukup mumpuni. Apalagi dikemas dengan visual efek yang apik. Pada beberapa bagian adegan aksi mampu membuat saya tertegun sembari mengucapkan kata "wow!". Salah satunya adalah aksi dimana Vlad Tepes dengan bantuan banyak kelelawar melawan ribuan pasukan secara buas dan brutal. Ups, bocor deh.
Dracula Untold mengambil sebagian kisah nyata (sisanya hanya rekaan atau fantasi) dari Vlad Tepes yang nantinya dijuluki sebagai Dracula. Melalui versi film ini juga diceritakan latar belakang kenapa Vlad harus memutuskan untuk membuat perjanjian dengan iblis (waduh, kata-katanya).
Luke Evans, aktor yang wajahnya mirip dengan Orlando Bloom dan sempat bermain di film The Hobbit: The Desolation of Smaug ini menurut saya aktingnya sudah cukup oke. Menampilkan sosok Vlad yang pemberani, tegas, tangguh, tanpa kompromi, bertanggung jawab dan peduli. Jauh dari kesan sosok vampire yg menye-menye bin galau seperti di serial film Twilight itu. Apa lo, apa loo??!!!
Scoring atau soundtrack-nya cukup oke. Serasa di zaman medieval benaran ala film Lord of the Rings. Momen yang sangat pas dengan scoring/soundtrack adalah pas adegan "romantic"-nya, yaitu saat Vlad mencoba menolong istrinya yang jatuh (dimana diambil dengan slow motion/gerak lambat, secara sayup-sayup terdengar sebuah lagu yang bergenre new age. Akan lebih bikin merinding lagi bila Enya ikut menyanyikan soundtracknya.
Terus, bagaimana dengan ending-nya? Cakep sekali! Saya suka. Selain itu juga mengajak kita untuk membayangkan seandainya Dracula itu ternyata ada di sekitar kita. Ups, bocor lagi.
Kesimpulannya, menonton film ini tidaklah perlu berekspektasi yang tinggi. Dibawa santai saja. Maka kepuasan yang akan diperoleh.
Tambahan:
Di negara Turki film ini dilarang tayang alias dibanned. Kenapa? Ya harus tonton filmnya dulu dong! *serasa jadi tim marketing-nya Dracula Untold aja deh*
Filmnya sendiri perpaduan antara drama dan action. Porsi drama sedikit lebih banyak daripada aksi. Namun tenang saja. Tidak membuat penonton merasa bosan maupun jenuh. Adegan aksinya cukup mumpuni. Apalagi dikemas dengan visual efek yang apik. Pada beberapa bagian adegan aksi mampu membuat saya tertegun sembari mengucapkan kata "wow!". Salah satunya adalah aksi dimana Vlad Tepes dengan bantuan banyak kelelawar melawan ribuan pasukan secara buas dan brutal. Ups, bocor deh.
Dracula Untold mengambil sebagian kisah nyata (sisanya hanya rekaan atau fantasi) dari Vlad Tepes yang nantinya dijuluki sebagai Dracula. Melalui versi film ini juga diceritakan latar belakang kenapa Vlad harus memutuskan untuk membuat perjanjian dengan iblis (waduh, kata-katanya).
Luke Evans, aktor yang wajahnya mirip dengan Orlando Bloom dan sempat bermain di film The Hobbit: The Desolation of Smaug ini menurut saya aktingnya sudah cukup oke. Menampilkan sosok Vlad yang pemberani, tegas, tangguh, tanpa kompromi, bertanggung jawab dan peduli. Jauh dari kesan sosok vampire yg menye-menye bin galau seperti di serial film Twilight itu. Apa lo, apa loo??!!!
Scoring atau soundtrack-nya cukup oke. Serasa di zaman medieval benaran ala film Lord of the Rings. Momen yang sangat pas dengan scoring/soundtrack adalah pas adegan "romantic"-nya, yaitu saat Vlad mencoba menolong istrinya yang jatuh (dimana diambil dengan slow motion/gerak lambat, secara sayup-sayup terdengar sebuah lagu yang bergenre new age. Akan lebih bikin merinding lagi bila Enya ikut menyanyikan soundtracknya.
Terus, bagaimana dengan ending-nya? Cakep sekali! Saya suka. Selain itu juga mengajak kita untuk membayangkan seandainya Dracula itu ternyata ada di sekitar kita. Ups, bocor lagi.
Kesimpulannya, menonton film ini tidaklah perlu berekspektasi yang tinggi. Dibawa santai saja. Maka kepuasan yang akan diperoleh.
Tambahan:
Di negara Turki film ini dilarang tayang alias dibanned. Kenapa? Ya harus tonton filmnya dulu dong! *serasa jadi tim marketing-nya Dracula Untold aja deh*
Friday, October 03, 2014
ANNABELLE
Review singkat film Annabelle (tayang di Indonesia mulai tanggal 1 Oktober 2014 kemarin). Murni pendapat pribadi. Jangan merasa terintimidasi dan jangan langsung percaya dengan apa yang saya ungkapkan di sini. Tonton saja dulu filmnya. Sebab yang namanya selera pasti berbeda tiap orangnya.
Well, wajar bila orang-orang membandingkan film Annabelle ini dengan film The Conjuring (film horor terbaik tahun kemarin) dan berharap filmnya bagus. Selain Annabelle merupakan prekuel (atau spin-off mungkin?) dari The Conjuring, juga di dalam filmnya terdapat dua kali menggunakan salah satu cuplikan dalam film The Conjuring (pada scene pembuka dan penutup). Namun sayangnya, Annabelle masih terlalu jauh kualitasnya di bawah The Conjuring. Apalagi bila disandingkan dengan Insidious, film yang sempat membuat saya trauma untuk tidur dalam keadaaan gelap.
Film Annabelle yang berdurasi kurang lebih 90 menit ini tidak disutradarai oleh James Wan, yang merupakan sutradara dari The Conjuring. James Wan kali ini cukup duduk nyaman sebagai produser. Sutradara Annabelle adalah John R. Leonetti. Di tangan John R. Leonetti, sangat terlihat sekali ia lebih mengutamakan sisi drama ketimbang horornya. Hal inilah yang membuat Annabelle menjadi film horor yang biasa-biasa saja. Dialognya tidak bisa dipungkiri memang cukup banyak. Selain itu juga alur ceritanya berjalan lambat. Tidak ada perkembangan yang signifikan. Hingga kurang mampu membawa klimaks. Kondisi yang sangat berbahaya sekali sebab bisa mendatangkan rasa jenuh atau bosan pada penonton. Untuk endingnya, dengan terpaksa saya bilang kurang greget dan memuaskan.
Di balik beberapa adegan yang terkesan klise, Annabelle beberapa kali menawarkan adegan yang cukup baru dan segar. Salah satunya yang di elevator itu. Memberikan kesuraman dan ketakutan tersendiri. Hiiii....
Secara keseluruhan, Annabelle bukanlah sebuah film horor bagus, tapi juga tidaklah jelek-jelek amat. Bila ditanya rating, saya beri 6/10. Silakan ditonton. Ajak sahabat atau keluarga dan silakan berteriak sekencang-kencangnya.
Tambahan: Pesan terselubung dari film ini adalah: JANGAN BELI BONEKA!
Well, wajar bila orang-orang membandingkan film Annabelle ini dengan film The Conjuring (film horor terbaik tahun kemarin) dan berharap filmnya bagus. Selain Annabelle merupakan prekuel (atau spin-off mungkin?) dari The Conjuring, juga di dalam filmnya terdapat dua kali menggunakan salah satu cuplikan dalam film The Conjuring (pada scene pembuka dan penutup). Namun sayangnya, Annabelle masih terlalu jauh kualitasnya di bawah The Conjuring. Apalagi bila disandingkan dengan Insidious, film yang sempat membuat saya trauma untuk tidur dalam keadaaan gelap.
Film Annabelle yang berdurasi kurang lebih 90 menit ini tidak disutradarai oleh James Wan, yang merupakan sutradara dari The Conjuring. James Wan kali ini cukup duduk nyaman sebagai produser. Sutradara Annabelle adalah John R. Leonetti. Di tangan John R. Leonetti, sangat terlihat sekali ia lebih mengutamakan sisi drama ketimbang horornya. Hal inilah yang membuat Annabelle menjadi film horor yang biasa-biasa saja. Dialognya tidak bisa dipungkiri memang cukup banyak. Selain itu juga alur ceritanya berjalan lambat. Tidak ada perkembangan yang signifikan. Hingga kurang mampu membawa klimaks. Kondisi yang sangat berbahaya sekali sebab bisa mendatangkan rasa jenuh atau bosan pada penonton. Untuk endingnya, dengan terpaksa saya bilang kurang greget dan memuaskan.
Di balik beberapa adegan yang terkesan klise, Annabelle beberapa kali menawarkan adegan yang cukup baru dan segar. Salah satunya yang di elevator itu. Memberikan kesuraman dan ketakutan tersendiri. Hiiii....
Secara keseluruhan, Annabelle bukanlah sebuah film horor bagus, tapi juga tidaklah jelek-jelek amat. Bila ditanya rating, saya beri 6/10. Silakan ditonton. Ajak sahabat atau keluarga dan silakan berteriak sekencang-kencangnya.
Tambahan: Pesan terselubung dari film ini adalah: JANGAN BELI BONEKA!
Saturday, September 27, 2014
DEATH VOMIT - Forging a Legacy
Akhirnya penantian panjang itu usai juga. DEATH VOMIT, band beraliran brutal death metal asal kota gudeg Yogyakarta, pada tanggal 25 Agustus 2014 kemarin menelurkan album terbarunya yang diberi tajuk Forging a Legacy. Secara diskografi ini merupakan album full-length mereka yang kedua. Sebelumnya adalah The Prophecy (rilis tahun 2006 silam). Banyak pihak, termasuk saya, yang menunggu-nunggu album terbaru dari DEATH VOMIT ini. Di akun Twitter resmi DEATH VOMIT, pernah disebutkan bahwa sebenarnya mereka memang niat untuk meluncurkan album terbaru pada 2-3 tahun kemarin. Namun mereka mengaku belum puas untuk mendapatkan kualitas sound yang pas untuk merekam album tersebut. Tapi syukurlah, album terbarunya hadir juga. Saya tanpa ragu-ragu ikut memesan CD album tersebut. Album bagus memang layak diapresiasi dan dihargai dengan cara membelinya.
Album Forging a Legacy ini total berisikan 9 buah track lagu. Memakan durasi waktu kurang lebih 33 menit untuk menyimak track pembuka hingga track penutup. Album dibuka dengan sebuah lagu berjudul Decadence of Life (04:05). Menampilkan permainan riff-riff gitar yang berat serta berdistorsi. Memancing pendengar untuk menghentakkan kepala naik turun. Vokal dari Sofyan Hadi terasa cukup mumpuni dan tegas. Saya merasakan bahwa makin lama makin matang saja kualitas vokalnya. Di lagu ini bisa disimak permainan solo gitar Dennis Munoz (SOLSTICE) yang membuat Decandece of Life terdengar manis dan cantik di tengah-tengah gempuran irama yang kencang.
Next song is Evil Rise (03:23). Pada track kedua inilah perjalanan album dimulai. Sangat nge-brutal death metal. Tabuhan drum Roy Agus (juga memiliki project band bernama VENOMED, eks CRANIAL INCISORED, eks DEVOURED) yang hyper-blast ditambah dengan raungan-raungan gitar layaknya angin ribut. Sebuah track yang layak dijadikan highlight dari album ini. Mulai menit ke 01:43 hingga ke 02:20 menjadi momen favoritku di lagu ini. Selesai Evil Rise, dilanjutkan dengan Emerged Rage (03:36) yang juga tidak kalah cadasnya. Sesekali Sofyan Hadi menampilkan aksi menyeringainya. Kickass song!
Chained in Agony (03:50), lagu yang liriknya cukup saya sukai. Tetap menampilkan irama musik yang menderu-deru dari awal hingga akhir. Lagu yang menjadi highlight saya pribadi. Berikutnya ada lagu berjudul Transgression (03:38). Agak variatif dan kompleks secara musik. Love this song too. Berikutnya ada Redemption (03:41). Sama halnya dengan Transgression, lagu ini sudah pernah diluncurkan pada tahun 2011 lalu dalam bentuk promo demo. Redemption menampilkan permainan yang sangat agresif dari ketiga personil DEATH VOMIT. Sangat wajar jika dijadikan sebagai highlight album. Saat saya menjadi penyiar radio di salah satu radio swasta di kota Palangka Raya ini, lagu Redemption banyak sekali mendapatkan rekues. Hanya sekedar intermezzo.
Berikutnya, Dark Ancient (04:06). Lagu dengan durasi terpanjang yang ada dalam album ini. Dahsyat sekali! Demikian pula Murder (04:00). Bedanya, pada Murder terlihat aksi vokal yang bersahut-sahutan antara Sofyan Hadi dan Oki Haribowo (VENOMED, eks BRUTAL CORPSE, eks MORTAL SCREAM). Mengingatkan saya dengan DYING FETUS saja. Murder is another kickass song in this album! Feel free to headbang your fucking head! Dan akhirnya lagu yang beruntung terpilih sebagai penutup album adalah Imposing Decade Remains (03:10). Saya merasa lagu ini merupakan kelanjutan dari track pembuka tadi, yaitu Decadence of Life. Lagu ini didedikasikan kepada Dwi Wulan Agung Widodo yang meninggal tahun 2000 silam. Saya belum dapat informasi siapa orang itu. Sepertinya memiliki hubungan yang sangat emosional dengan para personil DEATH VOMIT. Bisa disimak melalui permainan musiknya yang sedikit suram dengan tempo yang sedang sambil diiringi petikan gitar yang menambah kelamnya lagu tersebut. Salut!
Forging a Legacy bagi saya merupakan sebuah album yang sangat direkomendasikan sekali untuk disimak, khususnya penikmat sejati musik beraliran death metal/brutal death metal. Secara teknis dan kualitas sound albumnya tidak perlu diragukan lagi! Untuk sementara saya anggap sebagai album metal terbaik sampai dengan bulan September 2014 ini. Silakan dapatkan albumnya ini. Tidak terlalu mahal. Dengan membeli karyanya langsung berarti turut mensupport band ini. Dan tentunya membantu mengisi perut mereka.
IN DEATH WE TRUST, IN BRUTAL WE BLAST! HORNS UP!!!
Album Forging a Legacy ini total berisikan 9 buah track lagu. Memakan durasi waktu kurang lebih 33 menit untuk menyimak track pembuka hingga track penutup. Album dibuka dengan sebuah lagu berjudul Decadence of Life (04:05). Menampilkan permainan riff-riff gitar yang berat serta berdistorsi. Memancing pendengar untuk menghentakkan kepala naik turun. Vokal dari Sofyan Hadi terasa cukup mumpuni dan tegas. Saya merasakan bahwa makin lama makin matang saja kualitas vokalnya. Di lagu ini bisa disimak permainan solo gitar Dennis Munoz (SOLSTICE) yang membuat Decandece of Life terdengar manis dan cantik di tengah-tengah gempuran irama yang kencang.
Next song is Evil Rise (03:23). Pada track kedua inilah perjalanan album dimulai. Sangat nge-brutal death metal. Tabuhan drum Roy Agus (juga memiliki project band bernama VENOMED, eks CRANIAL INCISORED, eks DEVOURED) yang hyper-blast ditambah dengan raungan-raungan gitar layaknya angin ribut. Sebuah track yang layak dijadikan highlight dari album ini. Mulai menit ke 01:43 hingga ke 02:20 menjadi momen favoritku di lagu ini. Selesai Evil Rise, dilanjutkan dengan Emerged Rage (03:36) yang juga tidak kalah cadasnya. Sesekali Sofyan Hadi menampilkan aksi menyeringainya. Kickass song!
Chained in Agony (03:50), lagu yang liriknya cukup saya sukai. Tetap menampilkan irama musik yang menderu-deru dari awal hingga akhir. Lagu yang menjadi highlight saya pribadi. Berikutnya ada lagu berjudul Transgression (03:38). Agak variatif dan kompleks secara musik. Love this song too. Berikutnya ada Redemption (03:41). Sama halnya dengan Transgression, lagu ini sudah pernah diluncurkan pada tahun 2011 lalu dalam bentuk promo demo. Redemption menampilkan permainan yang sangat agresif dari ketiga personil DEATH VOMIT. Sangat wajar jika dijadikan sebagai highlight album. Saat saya menjadi penyiar radio di salah satu radio swasta di kota Palangka Raya ini, lagu Redemption banyak sekali mendapatkan rekues. Hanya sekedar intermezzo.
Berikutnya, Dark Ancient (04:06). Lagu dengan durasi terpanjang yang ada dalam album ini. Dahsyat sekali! Demikian pula Murder (04:00). Bedanya, pada Murder terlihat aksi vokal yang bersahut-sahutan antara Sofyan Hadi dan Oki Haribowo (VENOMED, eks BRUTAL CORPSE, eks MORTAL SCREAM). Mengingatkan saya dengan DYING FETUS saja. Murder is another kickass song in this album! Feel free to headbang your fucking head! Dan akhirnya lagu yang beruntung terpilih sebagai penutup album adalah Imposing Decade Remains (03:10). Saya merasa lagu ini merupakan kelanjutan dari track pembuka tadi, yaitu Decadence of Life. Lagu ini didedikasikan kepada Dwi Wulan Agung Widodo yang meninggal tahun 2000 silam. Saya belum dapat informasi siapa orang itu. Sepertinya memiliki hubungan yang sangat emosional dengan para personil DEATH VOMIT. Bisa disimak melalui permainan musiknya yang sedikit suram dengan tempo yang sedang sambil diiringi petikan gitar yang menambah kelamnya lagu tersebut. Salut!
Forging a Legacy bagi saya merupakan sebuah album yang sangat direkomendasikan sekali untuk disimak, khususnya penikmat sejati musik beraliran death metal/brutal death metal. Secara teknis dan kualitas sound albumnya tidak perlu diragukan lagi! Untuk sementara saya anggap sebagai album metal terbaik sampai dengan bulan September 2014 ini. Silakan dapatkan albumnya ini. Tidak terlalu mahal. Dengan membeli karyanya langsung berarti turut mensupport band ini. Dan tentunya membantu mengisi perut mereka.
IN DEATH WE TRUST, IN BRUTAL WE BLAST! HORNS UP!!!
Saturday, September 13, 2014
X JAPAN - THE WORLD
Pada tanggal 17 Juni 2014 kemarin, X JAPAN merilis sebuah album kompilasi yang diberi tajuk THE WORLD. Album ini merupakan sebuah album yang menandakan 25 tahun mereka telah berkarir di dunia musik sejak tahun 1989 silam. Di dalamnya sendiri berisikan lagu-lagu terbaiknya X JAPAN. Dan semua lagu tersebut telah melalui proses remastering untuk kesekian kalinya. Dan beruntunglah kita yang tinggal di Indonesia ini. THE WORLD dirilis oleh perusahaan Warner Music Indonesia pada awal bulan September kemarin dengan harga Rp. 115.000,- (tergolong mampu dijangkau oleh siapa saja, khususnya penggemar berat X JAPAN). Dan kebetulan saya telah memesan secara online (via Creative Disc) dan mendapatkan album ini.
Album kompilasi THE WORLD terdiri atas 2 buah keping CD. CD 1 merupakan kumpulan-kumpulan lagu, diantaranya: WEEK END, SCARS, Rusty Nail, Silent Jealousy, ENDLESS RAIN, DAHLIA, Forever Love, Kurenai, Amethyst (LIVE VERSION), X (LIVE VERSION) dan terakhir sebuah lagu yang didedikasikan untuk HIDE, Without You (LIVE VERSION). Sedangkan CD 2 adalah Art of Life (yang termuat dari sebuah mini album berjudul sama).
Dari komposisi di atas, THE WORLD menurut saya cukup oke buat dimiliki. Pemilihan lagu-lagunya sudah lumayan pas. Hanya sayangnya, beberapa lagu X JAPAN favorit saya seperti Tears dan CRUCIFY MY LOVE tidak tercakup di dalamnya. But, it's okay.
Demikian.
WE ARE X!
Album kompilasi THE WORLD terdiri atas 2 buah keping CD. CD 1 merupakan kumpulan-kumpulan lagu, diantaranya: WEEK END, SCARS, Rusty Nail, Silent Jealousy, ENDLESS RAIN, DAHLIA, Forever Love, Kurenai, Amethyst (LIVE VERSION), X (LIVE VERSION) dan terakhir sebuah lagu yang didedikasikan untuk HIDE, Without You (LIVE VERSION). Sedangkan CD 2 adalah Art of Life (yang termuat dari sebuah mini album berjudul sama).
Dari komposisi di atas, THE WORLD menurut saya cukup oke buat dimiliki. Pemilihan lagu-lagunya sudah lumayan pas. Hanya sayangnya, beberapa lagu X JAPAN favorit saya seperti Tears dan CRUCIFY MY LOVE tidak tercakup di dalamnya. But, it's okay.
Demikian.
WE ARE X!
Tuesday, September 09, 2014
LUCY
Lucy adalah sebuah karya terbaru dari sutradara Luc Besson yang dikenal para penikmat dan pecinta film melalui The Fifth Element yang sempat beken itu. Rilis pada akhir bulan Juli kemarin. Film ini diperankan oleh aktris cantik nan sexy Scarlett Johansson. Tentunya kita tidak asing lagi dengan wanita ini, yang kerap kali mengundang decak kagum dalam aksinya sebagai Black Widow di film-film Marvel Studio milik Disney.
Secara garis besar, film ini berceritakan tentang seorang wanita yang secara tidak sengaja terlibat dengan mafia obat terlarang/narkoba. Ia pun dipaksa menjadi seorang kurir dimana barang obat terlarang/narkoba tersebut diselundupkan pada bagian dalam tubuhnya. Suatu ketika, obat terlarang/narkoba itu pecah. Memberikan efek pada Lucy. Efek tersebut adalah meningkatkan kinerja kapasitas otak. Rata-rata manusia hanya bisa menggunakan kapasitas otak cuma 10%, maka Lucy mampu mencapai 100%. Dari sinilah kisah bermulai.
Dapat saya katakan bahwa film Lucy ini sangat science-fiction sekali (there you go, sci-fi freaks!). Premisnya sudah dapat. Sayang eksekusinya saja yang agak lemah. Namun setidaknya kita bisa mempelajari dan menambah pengetahuan tentang apa itu yang namanya otak dan cara memanfaatkannya. Walaupun relatif, penampilan Johansson yang hot turut memberikan kredit tersendiri bagi film ini. Adegan aksi cukup banyak. Cuma agak disayangkan Johansson kurang terlalu terlibat dalam adegan aksi yang hand-to-hand combat.
Banyak pesan yang terkandung di dalam film ini. Contohnya bahwa manusia itu terlalu sibuk memiliki (having) ketimbang menjadi (being). Juga, film ini mengajarkan bahwa manusia itu sebenarnya mahluk spiritual saat ia mampu mengatasi dan melampui dirinya sendiri. Ending dari Lucy mungkin bagi sebagian orang terbilang jelek, nanggung ataupun mengagetkan. Namun saya rasa itu sudah pas, sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh Luc Besson.
Jadi, tidak ada salahnya sih untuk menonton film ini.
Semoga berkenan.
NB: Kredit buat Deetopia atas beberapa pandangannya akan film ini.
Secara garis besar, film ini berceritakan tentang seorang wanita yang secara tidak sengaja terlibat dengan mafia obat terlarang/narkoba. Ia pun dipaksa menjadi seorang kurir dimana barang obat terlarang/narkoba tersebut diselundupkan pada bagian dalam tubuhnya. Suatu ketika, obat terlarang/narkoba itu pecah. Memberikan efek pada Lucy. Efek tersebut adalah meningkatkan kinerja kapasitas otak. Rata-rata manusia hanya bisa menggunakan kapasitas otak cuma 10%, maka Lucy mampu mencapai 100%. Dari sinilah kisah bermulai.
Dapat saya katakan bahwa film Lucy ini sangat science-fiction sekali (there you go, sci-fi freaks!). Premisnya sudah dapat. Sayang eksekusinya saja yang agak lemah. Namun setidaknya kita bisa mempelajari dan menambah pengetahuan tentang apa itu yang namanya otak dan cara memanfaatkannya. Walaupun relatif, penampilan Johansson yang hot turut memberikan kredit tersendiri bagi film ini. Adegan aksi cukup banyak. Cuma agak disayangkan Johansson kurang terlalu terlibat dalam adegan aksi yang hand-to-hand combat.
Banyak pesan yang terkandung di dalam film ini. Contohnya bahwa manusia itu terlalu sibuk memiliki (having) ketimbang menjadi (being). Juga, film ini mengajarkan bahwa manusia itu sebenarnya mahluk spiritual saat ia mampu mengatasi dan melampui dirinya sendiri. Ending dari Lucy mungkin bagi sebagian orang terbilang jelek, nanggung ataupun mengagetkan. Namun saya rasa itu sudah pas, sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh Luc Besson.
Jadi, tidak ada salahnya sih untuk menonton film ini.
Semoga berkenan.
NB: Kredit buat Deetopia atas beberapa pandangannya akan film ini.
Wednesday, September 03, 2014
HERCULES
SEE THE TRUTH BEHIND THE MYTH. Bila dicermati dengan seksama, maka kalimat tadi bisa dikatakan merupakan gambaran secara keseluruhan dari film Hercules yang dibintangi oleh Dwayne "The Rock" Johnson ini.
Sang sutradara, Brett Ratner, yang juga sempat mengerjakan trilogi Rush Hour dan menggarap X-Men: The Last Stand sukses menceritakan kisah Hercules dengan pendekatan yang sangat membumi. Membuat penonton bertanya penasaran apakah benar Hercules itu setengah dewa, anak dari Zeus? Atau hanya seonggok daging saja layaknya kita-kita ini? Terus, apakah benar Hercules mengalahkan Lernaean Hydra (ular berkepala banyak) dan juga Nemean Lion (singa raksasa) itu? Juga, apakah Cerberus (anjing berkepala tiga) itu benar-benar ada? Sekilas akan ada jawabannya di filmnya nanti.
Di film ini jangan berharap bakal ada penampakan dari dewa-dewi mitologi Yunani sebagaimana film-film Hercules sebelumnya. Jangan juga berpikiran akan ada perang sihir/magic yang di luar nalar. Pokoknya serba masuk akal. Sampai dengan adegan pertempurannya yang tidak terkesan lebay.
Ceritanya sendiri cukup ringan. Tidak perlu berpikir keras untuk mencerna isi cerita Hercules ini. Just enjoy it. Adegan aksi cukup banyak dengan koreografi laga yang apik. Sayangnya, adegan violence dan gore-nya tidak kentara. Bisa dimaklumi karena ratingnya saja PG-13 (aman untuk dikonsumsi remaja). Terdapat sedikit drama pada ceritanya. Oh ya, saya agak terkejut dengan ceritanya karena terdapat twist plot yang tidak disangka-sangka. Boleh lah.
Lantas apakah filmnya bagus? Apakah layak tonton? Jujur jika saya diberikan pertanyaan seperti ini maka saya merasa sukar untuk menjawabnya. Jawaban diplomatis yang bisa saya berikan adalah bahwa pada dasarnya selera itu relatif. Yang namanya bagus itu juga sama-sama relatif. Ada baiknya ditonton dulu filmnya, barulah bisa dan dipersilakan untuk menilai seperti apa filmnya itu sendiri.
Kalo saya sih film ini fine-fine saja untuk ditonton. Setidaknya Hercules merupakan satu-satunya film musim panas ter-oke yang menampilkan pria kekar berotot penuh dengan hormon testosteron.
Salam.
Tambahan:
Film Hercules ini didasari oleh grafik novel berjudul Hercules: The Thracian Wars.
Sang sutradara, Brett Ratner, yang juga sempat mengerjakan trilogi Rush Hour dan menggarap X-Men: The Last Stand sukses menceritakan kisah Hercules dengan pendekatan yang sangat membumi. Membuat penonton bertanya penasaran apakah benar Hercules itu setengah dewa, anak dari Zeus? Atau hanya seonggok daging saja layaknya kita-kita ini? Terus, apakah benar Hercules mengalahkan Lernaean Hydra (ular berkepala banyak) dan juga Nemean Lion (singa raksasa) itu? Juga, apakah Cerberus (anjing berkepala tiga) itu benar-benar ada? Sekilas akan ada jawabannya di filmnya nanti.
Di film ini jangan berharap bakal ada penampakan dari dewa-dewi mitologi Yunani sebagaimana film-film Hercules sebelumnya. Jangan juga berpikiran akan ada perang sihir/magic yang di luar nalar. Pokoknya serba masuk akal. Sampai dengan adegan pertempurannya yang tidak terkesan lebay.
Ceritanya sendiri cukup ringan. Tidak perlu berpikir keras untuk mencerna isi cerita Hercules ini. Just enjoy it. Adegan aksi cukup banyak dengan koreografi laga yang apik. Sayangnya, adegan violence dan gore-nya tidak kentara. Bisa dimaklumi karena ratingnya saja PG-13 (aman untuk dikonsumsi remaja). Terdapat sedikit drama pada ceritanya. Oh ya, saya agak terkejut dengan ceritanya karena terdapat twist plot yang tidak disangka-sangka. Boleh lah.
Lantas apakah filmnya bagus? Apakah layak tonton? Jujur jika saya diberikan pertanyaan seperti ini maka saya merasa sukar untuk menjawabnya. Jawaban diplomatis yang bisa saya berikan adalah bahwa pada dasarnya selera itu relatif. Yang namanya bagus itu juga sama-sama relatif. Ada baiknya ditonton dulu filmnya, barulah bisa dan dipersilakan untuk menilai seperti apa filmnya itu sendiri.
Kalo saya sih film ini fine-fine saja untuk ditonton. Setidaknya Hercules merupakan satu-satunya film musim panas ter-oke yang menampilkan pria kekar berotot penuh dengan hormon testosteron.
Salam.
Tambahan:
Film Hercules ini didasari oleh grafik novel berjudul Hercules: The Thracian Wars.
Friday, August 22, 2014
Gitaris dan Doktor Fisika
Awalnya, Brian May adalah seorang fisikawan. Ia memulai menyusun disertasinya pada tahun 1974. Namun karena pada waktu itu Queen, grup band legendaris yang digawanginya, tengah naik daun, proyek itu ia hentikan. Pada 1991, ketika Freddie Mercury, sang vokalis, meninggal akibat HIV/AIDS
yang diidapnya, ia tetap mencoba untuk tampil eksis di dunia musik. Ia
sempat menciptakan beberapa lagu Queen, membuat album kompilasi dan
bermusik dengan beberapa grup band yang ada.
Pada 2006, niat untuk kembali menyelesaikan disertasinya muncul. Dan pada Agustus 2007 lalu, ia resmi menjadi seorang Doktor. Pada Februari 2008 ia diangkat menjadi seorang Rektor di sebuah kampus bernama Liverpool John Moores University, Inggris. Sebelumnya jabatan itu dipegang oleh Charie Blair, istri dari Tony Blair, mantan perdana menteri Inggris.
Ketika menjadi gitaris Queen, ia merancang gitarnya bersama ayahnya. Gitar tersebut diberi nama Red Special. Brian May adalah seorang gitaris yang tidak pernah berhenti berinovasi untuk menciptakan sound yang unik dan sulit ditiru oleh gitaris lain. Ketika gitaris lain menggunakan pick gitar agar dapat memainkan melodi dengan lebih cepat, ia justru menggunakan sebuah koin uang lawas. Ia mengaku memiliki ribuan koin, hanya sekedar jaga-jaga agar tidak khawatir kehabisan.
Brian May adalah sosok pembelajar. Gitaris dan doktor Fisika ini tidak ingin berdiam diri dalam memaknai kehidupannya. Usia tak pernah menjadi rintangan dan hambatan untuk mencari ilmu, mengembangkan diri dan mencari cara agar hidupnya mendatangkan manfaat bagi orang lain.
Satu hal yang bisa dipetik dari tulisan di atas adalah bahwa yang namanya belajar itu tidak mengenal usia. Dan juga tidak ada belajar yang sia-sia.
Salam.
Credit to Sidik Nugroho.
Pada 2006, niat untuk kembali menyelesaikan disertasinya muncul. Dan pada Agustus 2007 lalu, ia resmi menjadi seorang Doktor. Pada Februari 2008 ia diangkat menjadi seorang Rektor di sebuah kampus bernama Liverpool John Moores University, Inggris. Sebelumnya jabatan itu dipegang oleh Charie Blair, istri dari Tony Blair, mantan perdana menteri Inggris.
Ketika menjadi gitaris Queen, ia merancang gitarnya bersama ayahnya. Gitar tersebut diberi nama Red Special. Brian May adalah seorang gitaris yang tidak pernah berhenti berinovasi untuk menciptakan sound yang unik dan sulit ditiru oleh gitaris lain. Ketika gitaris lain menggunakan pick gitar agar dapat memainkan melodi dengan lebih cepat, ia justru menggunakan sebuah koin uang lawas. Ia mengaku memiliki ribuan koin, hanya sekedar jaga-jaga agar tidak khawatir kehabisan.
Brian May adalah sosok pembelajar. Gitaris dan doktor Fisika ini tidak ingin berdiam diri dalam memaknai kehidupannya. Usia tak pernah menjadi rintangan dan hambatan untuk mencari ilmu, mengembangkan diri dan mencari cara agar hidupnya mendatangkan manfaat bagi orang lain.
Satu hal yang bisa dipetik dari tulisan di atas adalah bahwa yang namanya belajar itu tidak mengenal usia. Dan juga tidak ada belajar yang sia-sia.
Salam.
Credit to Sidik Nugroho.
Tuesday, August 19, 2014
GUARDIANS OF THE GALAXY
Jujur, sebelum ada film ini saya sama sekali tidak tahu persis apa itu Guardians of the Galaxy. Komiknya saja belum pernah saya baca. Jadi agak sedikit buta apakah ini nama sebuah tim/kelompok yang berisikan superhero atau bagaimana. Namun setelah menyaksikan film ini, akhirnya saya, dan kalian juga tentunya nanti, tahu dengan sendirinya.
Guardians of the Galaxy merupakan film untuk kesekian kalinya yang diproduksi oleh Marvel Studio. Tapi tenang. Film ini sifatnya masih berdiri sendiri. Dalam artian kalian tidak perlu bersusah payah untuk mengingat cerita dari film-film Marvel Studio sebelumnya (khususnya Marvel Cinematic Universe), seperti Iron Man 3, Thor: The Dark World maupun Captain America: The Winter Soldier. Film Guardians of the Galaxy masih sebatas perkenalan dan pendalaman beberapa karakternya saja.
Lantas, secara keseluruhan bagaimanakah filmnya? Saya sih suka banget! Seru dan menghibur mulai dari awal hingga akhir durasi. Selain spesial efeknya yang top notch itu serta adegan aksi yang memberikan keseruan tersendiri, filmnya juga memiliki sisi drama yang manis serta komedi yang tak jarang bisa membuat penonton tertawa renyah. Kelucuan-kelucuan datang dari karakter bernama Groot (sejenis manusia pohon) yang lugu polos dan Rocket Raccoon (binatang mirip kucing) yang tingkah polanya kocak. Tak ayal, Groot dan Rocket menjadi bintangnya dalam film ini. Oh iya. Saya kemarin sempat baca di sebuah situs komik luar, gegara film ini penjualan komik Rocket Raccoon (karakter yang satu ini ada komiknya sendiri loh) naik drastis. Wow!
Tidak banyak yang bisa saya ceritakan lagi di sini. Pada intinya silakan ditonton filmnya. Direkomendasikan banget. Anda yang bukan penggemar komiknya pun saya rasa layak untuk menyaksikan film yang disutradarai oleh James Gunn ini. Bila tidak ada aral melintang filmnya akan tayang secara reguler mulai hari Kamis besok, tanggal 20 Agustus 2014. Saya berniat ingin menonton filmnya lagi. Soalnya saat nonton midnight kemarin ada beberapa adegan yang tidak saya saksikan akibat tertidur (sekitar 5-10 menitan). Maklum, kecapekan. LOL!
Oh iya, salah satu hal lainnya yang juga membuat film ini keren adalah semua soundtracknya mengambil lagu-lagu lama, sekitar tahun '70 dan '80-an. Berkelas! Akan saya buru album soundtracknya.
Ada 2 buah adegan tambahan setelah filmnya selesai. Pada mid-credit scene dan post-credit scene (paling akhir). Untuk post-credit scene saya rasa tidak terlalu penting-penting amat. Jadi saya sarankan mending langsung pulang saja daripada harus dipelototin sama petugas securitynya.
Semoga berkenan.
Tambahan:
Berapa trivia yang saya comot dari situs IMDb:
- The cassette player used by Peter Quill was the Sony TPS-L2. It was the first personal cassette player released in 1979. It was originally called the "Soundabout", then changed to "Walkman".
- The soundtrack album "Awesome Mix, Vol. 1" reached number one on the US Billboard 200 chart, the first film soundtrack ever to reach number one without a single original song.
Guardians of the Galaxy merupakan film untuk kesekian kalinya yang diproduksi oleh Marvel Studio. Tapi tenang. Film ini sifatnya masih berdiri sendiri. Dalam artian kalian tidak perlu bersusah payah untuk mengingat cerita dari film-film Marvel Studio sebelumnya (khususnya Marvel Cinematic Universe), seperti Iron Man 3, Thor: The Dark World maupun Captain America: The Winter Soldier. Film Guardians of the Galaxy masih sebatas perkenalan dan pendalaman beberapa karakternya saja.
Lantas, secara keseluruhan bagaimanakah filmnya? Saya sih suka banget! Seru dan menghibur mulai dari awal hingga akhir durasi. Selain spesial efeknya yang top notch itu serta adegan aksi yang memberikan keseruan tersendiri, filmnya juga memiliki sisi drama yang manis serta komedi yang tak jarang bisa membuat penonton tertawa renyah. Kelucuan-kelucuan datang dari karakter bernama Groot (sejenis manusia pohon) yang lugu polos dan Rocket Raccoon (binatang mirip kucing) yang tingkah polanya kocak. Tak ayal, Groot dan Rocket menjadi bintangnya dalam film ini. Oh iya. Saya kemarin sempat baca di sebuah situs komik luar, gegara film ini penjualan komik Rocket Raccoon (karakter yang satu ini ada komiknya sendiri loh) naik drastis. Wow!
Tidak banyak yang bisa saya ceritakan lagi di sini. Pada intinya silakan ditonton filmnya. Direkomendasikan banget. Anda yang bukan penggemar komiknya pun saya rasa layak untuk menyaksikan film yang disutradarai oleh James Gunn ini. Bila tidak ada aral melintang filmnya akan tayang secara reguler mulai hari Kamis besok, tanggal 20 Agustus 2014. Saya berniat ingin menonton filmnya lagi. Soalnya saat nonton midnight kemarin ada beberapa adegan yang tidak saya saksikan akibat tertidur (sekitar 5-10 menitan). Maklum, kecapekan. LOL!
Oh iya, salah satu hal lainnya yang juga membuat film ini keren adalah semua soundtracknya mengambil lagu-lagu lama, sekitar tahun '70 dan '80-an. Berkelas! Akan saya buru album soundtracknya.
Ada 2 buah adegan tambahan setelah filmnya selesai. Pada mid-credit scene dan post-credit scene (paling akhir). Untuk post-credit scene saya rasa tidak terlalu penting-penting amat. Jadi saya sarankan mending langsung pulang saja daripada harus dipelototin sama petugas securitynya.
Semoga berkenan.
Tambahan:
Berapa trivia yang saya comot dari situs IMDb:
- The cassette player used by Peter Quill was the Sony TPS-L2. It was the first personal cassette player released in 1979. It was originally called the "Soundabout", then changed to "Walkman".
- The soundtrack album "Awesome Mix, Vol. 1" reached number one on the US Billboard 200 chart, the first film soundtrack ever to reach number one without a single original song.
Saturday, August 09, 2014
TEENAGE MUTANT NINJA TURTLES
Sebelum menonton film Teenage Mutant Ninja Turtles ini, saya sempatkan untuk browsing ke beberapa website dan forum film luar negeri. Sebagian besar memberikan review yang kurang bagus untuk film ini. Berangkat dari situ saya mencoba untuk tidak berekspektasi lebih akan filmnya. Tujuan saya menonton hanya sekedar bernostalgia dan tentunya ingin cuci mata melihat Megan Fox (berperan sebagai April O'Neil) yang cantik dan sexy itu.
Namun apa yang terjadi? Entah ya dengan pendapat kalian. Saya menyukai film ini! Cukup enjoy menyaksikannya mulai dari awal hingga akhir film. Menampilkan CGI dan spesial efek yang sudah bisa dikatakan bagus. Filmnya lucu dan menghibur. Tidak jarang membuat saya tertawa renyah dengan aksi konyol serta kocak yang diperagakan oleh keempat tokoh favorit nan jenaka kita ini. Tidak hanya berupa aksi, humor juga datang dari yang sifatnya verbal (dibutuhkan pengetahuan dan wawasan luas untuk memahami humor seperti ini). Juga jika kita jeli dan mengerti, banyak joke-joke yang menampilkan cameo dari beberapa film atau karakter di luar film TMNT ini.
Adegan aksi di film lumayan oke. Suka dengan pertarungan satu lawan satu yang diperagakan di sini. Terlebih pertarungan klimaks antara Leonardo, Raphael, Michelangelo dan Donatello melawan Shredder, sang villain utama. Karakter Shredder yang memberikan kesan kejam tanpa perasaan sudah cukup mumpuni. Terlebih lagi dengan kostum yang dikenakan oleh Shredder, semakin memberikan kesan "wah". Well, jika memang dibuatkan sekuelnya, saya rasa sudah sepantasnya Shredder (saya berharap dia tetap ada) ditemani oleh kehadiran Bebop dan Rocksteady, duo yang melegenda itu.
Pada dasarnya ini adalah film yang ditujukan untuk penonton yang masih relatif remaja. Namun setelah saya menonton film ini, anak-anak kecil (di bawah 13 tahun) sepertinya aman-aman saja untuk ikut menyaksikan. Tapi tetap harus ditemani orang tua. Berhubung ini film anak-anak/remaja, wajar bila ceritanya terlalu straightforward. Orang dewasa pasti menganggap cerita filmnya terlalu ringan. Tapi itu bukan alasan untuk tidak menyukai ini. Lagipula, bila ingin film yang ceritanya berat, maka Teenage Mutant Ninja Turtles adalah pilihan yang kurang pas. Ini film yang sekedar menghibur penonton!
Akhir kata, menurut pendapat pribadi saya, filmnya cukup worth buat ditonton. Acuhkan saja situs-situs film yang memberikan nilai jelek. Cukup datang ke bioskop, beli tiketnya, duduk yang manis dan nikmatilah pertunjukkan. Lebih bagus lagi sih kalo nontonnya bareng pasangan atau gebetan atau juga orang yang kalian idolakan :(
Semoga berkenan.
Mysterious. Dangerous. Reptilious. Cowabunga!!!
Tambahan:
Beberapa trivia yang saya comot dari situs IMDb:
- The film is set to release on the 30th anniversary of the "Teenage Mutant Ninja Turtles" saga.
- The undercover code name for the filming of the movie was "Foursquare". This name was told to anyone who asked what was being filmed to keep the secret.
Namun apa yang terjadi? Entah ya dengan pendapat kalian. Saya menyukai film ini! Cukup enjoy menyaksikannya mulai dari awal hingga akhir film. Menampilkan CGI dan spesial efek yang sudah bisa dikatakan bagus. Filmnya lucu dan menghibur. Tidak jarang membuat saya tertawa renyah dengan aksi konyol serta kocak yang diperagakan oleh keempat tokoh favorit nan jenaka kita ini. Tidak hanya berupa aksi, humor juga datang dari yang sifatnya verbal (dibutuhkan pengetahuan dan wawasan luas untuk memahami humor seperti ini). Juga jika kita jeli dan mengerti, banyak joke-joke yang menampilkan cameo dari beberapa film atau karakter di luar film TMNT ini.
Adegan aksi di film lumayan oke. Suka dengan pertarungan satu lawan satu yang diperagakan di sini. Terlebih pertarungan klimaks antara Leonardo, Raphael, Michelangelo dan Donatello melawan Shredder, sang villain utama. Karakter Shredder yang memberikan kesan kejam tanpa perasaan sudah cukup mumpuni. Terlebih lagi dengan kostum yang dikenakan oleh Shredder, semakin memberikan kesan "wah". Well, jika memang dibuatkan sekuelnya, saya rasa sudah sepantasnya Shredder (saya berharap dia tetap ada) ditemani oleh kehadiran Bebop dan Rocksteady, duo yang melegenda itu.
Pada dasarnya ini adalah film yang ditujukan untuk penonton yang masih relatif remaja. Namun setelah saya menonton film ini, anak-anak kecil (di bawah 13 tahun) sepertinya aman-aman saja untuk ikut menyaksikan. Tapi tetap harus ditemani orang tua. Berhubung ini film anak-anak/remaja, wajar bila ceritanya terlalu straightforward. Orang dewasa pasti menganggap cerita filmnya terlalu ringan. Tapi itu bukan alasan untuk tidak menyukai ini. Lagipula, bila ingin film yang ceritanya berat, maka Teenage Mutant Ninja Turtles adalah pilihan yang kurang pas. Ini film yang sekedar menghibur penonton!
Akhir kata, menurut pendapat pribadi saya, filmnya cukup worth buat ditonton. Acuhkan saja situs-situs film yang memberikan nilai jelek. Cukup datang ke bioskop, beli tiketnya, duduk yang manis dan nikmatilah pertunjukkan. Lebih bagus lagi sih kalo nontonnya bareng pasangan atau gebetan atau juga orang yang kalian idolakan :(
Semoga berkenan.
Mysterious. Dangerous. Reptilious. Cowabunga!!!
Tambahan:
Beberapa trivia yang saya comot dari situs IMDb:
- The film is set to release on the 30th anniversary of the "Teenage Mutant Ninja Turtles" saga.
- The undercover code name for the filming of the movie was "Foursquare". This name was told to anyone who asked what was being filmed to keep the secret.
Monday, July 14, 2014
DAWN OF THE PLANET OF THE APES
Sayang sekali bila film sebagus ini tidak mendapatkan tempat di blog saya. Kebetulan juga blog lama tidak diupdate, jadi kali ini saya mencoba mereview film ini walaupun secara singkat saja. Dawn of the Planet of the Apes adalah sekuel dari Rise of the Planet of the Apes yang rilis pada tahun 2011 silam. Tayang di Indonesia mulai tanggal 11 Juli kemarin. Jika masih ingat, Rise of the Planet of the Apes diakhiri dengan sebuah pertempuran yang sengit antara primata dengan manusia di Golden Gate Bridge. Dan di saat bersamaan, virus mematikan yaitu virus Siaman, mulai merebak dan menulari semua manusia.
Plot dari Dawn of the Planet of the Apes mengambil cerita satu dekade setelah film pertamanya. Gegara virus mematikan, populasi manusia di Bumi menjadi sedikit. Hanya yang kebal akan virus mengerikan tersebutlah yang masih bertahan hidup. Setelah virus mulai mereda, manusia yang ada mulai dihadapkan dengan masalah baru. Yaitu berkurangnya pasokan bahan bakar untuk sumber daya listrik. Sehingga memaksa sekelompok peneliti dan ilmuwan yang dikomandani oleh Malcolm (Jason Clarke) kembali ke sebuah bendungan lama karena diyakini bendungan tersebut dapat dipergunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Untuk sampai ke bendungan tersebut harus melewati hutan-hutan dimana di situ tinggal komunitas kera yang dipimpin oleh Caesar (diperankan dengan apik oleh Andy Serkis). Dari sinilah benih-benih konflik antara manusia dan kera bersinggungan kembali. Yang nantinya membuat Caesar harus menentukan, mempercayai manusia atau komunitasnya.
Dawn of the Planet of the Apes tidak lagi disutradarai oleh Rupert Wyatt. Kali ini diserahtugaskan kepada Matt Reeves, yang sempat menukangi film Cloverfield dan Let Me In. Menjadi tantangan tersendiri bagi Reeves untuk mendandani film ini hingga akan terlihat seperti apa. Sebab Wyatt telah memberikan pondasi serta patokan yang tinggi melalui Rise of the Planet of the Apes-nya. Untunglah segala kekhawatiran itu hilang dan diganti dengan sebuah kekaguman yang maha dahsyat. Benar sekali! Dawn of the Planet of the Apes adalah sebuah film yang sangat indah dan memukau!
Isi cerita sangat bagus dan kuat sekali. Walaupun terkesan kompleks, namun mengalir dengan enaknya tanpa membuat penonton harus berpikir lebih keras lagi. Dialognya pun oke. Memang sih hampir didominasi dengan bahasa tubuh kera. Tapi sungguh terlihat manusiawi. Penuh intrik. Juga terdapat adegan-adegan emosional yang mampu mengharukan penonton. Masing-masing tokoh memiliki gaya karakternya tersendiri. Menambah warna dalam film ini. Sebut saja Koba, sang kera yang memiliki pengalaman hidup pahit (selalu disiksa) membuat kebenciannya kepada manusia semakin besar, sampai dengan Maurice yang bijak dan mengayomi.
Banyak sekali pesan positif yang terselip di dalam film ini. Mengajarkan kepada kita betapa pentingnya sebuah kehidupan itu. Bahwa hidup tidak untuk ditertawakan, tidak untuk ditangisi, tidak untuk disesali, tetapi untuk diperjuangkan. Diperjuangkan dalam artian tidak untuk saling menyakiti dan membinasakan. Tapi saling menyayangi dan mengasihi antara yang satu dengan yang lainnya, antara mahluk yang satu dengan mahluk lainnya.
Film ini sangat direkomendasikan. Dengan total durasi waktu sekitar 130 menit, Dawn of the Planet of the Apes aman untuk ditonton oleh siapa saja, termasuk anak-anak. Sebuah film yang sepertinya oke untuk ditonton bersama keluarga sembari mengisi hari libur sekolah. Semoga akan ada lagi kelanjutan film ini. Biar pas disebut sebagai trilogy.
Semoga berkenan.
Tambahan:
Jangan pernah mengatakan bahwa ini film tentang monyet. Sebab monyet tidak sama dengan kera (walaupun sama-sama primata).
Plot dari Dawn of the Planet of the Apes mengambil cerita satu dekade setelah film pertamanya. Gegara virus mematikan, populasi manusia di Bumi menjadi sedikit. Hanya yang kebal akan virus mengerikan tersebutlah yang masih bertahan hidup. Setelah virus mulai mereda, manusia yang ada mulai dihadapkan dengan masalah baru. Yaitu berkurangnya pasokan bahan bakar untuk sumber daya listrik. Sehingga memaksa sekelompok peneliti dan ilmuwan yang dikomandani oleh Malcolm (Jason Clarke) kembali ke sebuah bendungan lama karena diyakini bendungan tersebut dapat dipergunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Untuk sampai ke bendungan tersebut harus melewati hutan-hutan dimana di situ tinggal komunitas kera yang dipimpin oleh Caesar (diperankan dengan apik oleh Andy Serkis). Dari sinilah benih-benih konflik antara manusia dan kera bersinggungan kembali. Yang nantinya membuat Caesar harus menentukan, mempercayai manusia atau komunitasnya.
Dawn of the Planet of the Apes tidak lagi disutradarai oleh Rupert Wyatt. Kali ini diserahtugaskan kepada Matt Reeves, yang sempat menukangi film Cloverfield dan Let Me In. Menjadi tantangan tersendiri bagi Reeves untuk mendandani film ini hingga akan terlihat seperti apa. Sebab Wyatt telah memberikan pondasi serta patokan yang tinggi melalui Rise of the Planet of the Apes-nya. Untunglah segala kekhawatiran itu hilang dan diganti dengan sebuah kekaguman yang maha dahsyat. Benar sekali! Dawn of the Planet of the Apes adalah sebuah film yang sangat indah dan memukau!
Isi cerita sangat bagus dan kuat sekali. Walaupun terkesan kompleks, namun mengalir dengan enaknya tanpa membuat penonton harus berpikir lebih keras lagi. Dialognya pun oke. Memang sih hampir didominasi dengan bahasa tubuh kera. Tapi sungguh terlihat manusiawi. Penuh intrik. Juga terdapat adegan-adegan emosional yang mampu mengharukan penonton. Masing-masing tokoh memiliki gaya karakternya tersendiri. Menambah warna dalam film ini. Sebut saja Koba, sang kera yang memiliki pengalaman hidup pahit (selalu disiksa) membuat kebenciannya kepada manusia semakin besar, sampai dengan Maurice yang bijak dan mengayomi.
Banyak sekali pesan positif yang terselip di dalam film ini. Mengajarkan kepada kita betapa pentingnya sebuah kehidupan itu. Bahwa hidup tidak untuk ditertawakan, tidak untuk ditangisi, tidak untuk disesali, tetapi untuk diperjuangkan. Diperjuangkan dalam artian tidak untuk saling menyakiti dan membinasakan. Tapi saling menyayangi dan mengasihi antara yang satu dengan yang lainnya, antara mahluk yang satu dengan mahluk lainnya.
Film ini sangat direkomendasikan. Dengan total durasi waktu sekitar 130 menit, Dawn of the Planet of the Apes aman untuk ditonton oleh siapa saja, termasuk anak-anak. Sebuah film yang sepertinya oke untuk ditonton bersama keluarga sembari mengisi hari libur sekolah. Semoga akan ada lagi kelanjutan film ini. Biar pas disebut sebagai trilogy.
Semoga berkenan.
Tambahan:
Jangan pernah mengatakan bahwa ini film tentang monyet. Sebab monyet tidak sama dengan kera (walaupun sama-sama primata).
Sunday, June 01, 2014
X-MEN: DAYS OF FUTURE PAST
Review singkat. Ada yang sudah menonton film ini? Gimana menurut kalian? Bagi saya sih ini film bagus banget. Film terbaik yang dimiliki Marvel Comics hingga saat ini, bersanding dengan Captain America: The Winter Soldier. Sekali lagi membuat DC Comics harus gigit jari menyaksikan bagaimana gempuran film-film dari perusahaan saingannya itu makin hari makin berkualitas saja.
Sang sutradara, Bryan Singer layak diapresiasi atas kesuksesan film ini. Ia telah melakukan pekerjaan yang sempurna untuk me-reboot ulang serial film X-Men dengan cara, well, bisa dikatakan jenius! Bryan menghubung-hubungkan kisah yang ada pada film X-Men, X2, X-Men: The Last Stand, X-Men: First Class dan The Wolverine dengan cara yang cerdas. Alhasil, timeline menjadi "bersih" kembali dengan menampilkan alternate universe yang baru. Tentu saja ini sangat diamini sekali oleh para penggemar berat komiknya. Dengan demikian, film X-Men berikutnya sudah pasti akan hadir kembali tokoh-tokoh X-Men yang ikonik, seperti Scott Summers/Cyclops (favorit saya ini!), Jean Grey/Phoenix, dll. Wow! Sekedar informasi, tahun 2016 akan rilis film X-Men berikutnya yang sudah resmi diberi tajuk X-Men: Apocalypse.
Mengenai film X-Men: Days of Future Past itu sendiri, sesuai judulnya film ini mengambil alur maju dan alur mundur. Diceritakan bahwa kehadiran Sentinel, robot anti sekaligus pemusnah mutant, mengancam kelangsungan hidup dari seluruh mutant yang ada di muka Bumi. Oleh karena itu, Professor X (Patrick Stewart), Magneto (Ian McKellen), Wolverine (Hugh Jackman) dan beberapa mutant yang tersisa memiliki ide untuk menerobos waktu ke masa lalu guna merubah takdir dengan cara mengantisipasi terlebih dahulu bagaimana Sentinel itu diciptakan dan dibuat. Diutuslah Wolverine untuk mengarungi masa lalu. Dan di sana nantinya Logan akan bertemu dengan Professor X dan Magneto muda, yang sesuai dengan film X-Men: First Class. Berhasilkah misi tersebut?
X-Men: Days of Future Past memakan waktu sekitar 130 menit. Lumayan lama. Tapi percayalah, saking intens, seru dan fun-nya film ini, penonton tidak akan menyadari bila film sudah berada pada penghujung cerita. Sangat direkomendasikan untuk ditonton! Mumpung filmnya masih tayang di bioskop-bioskop. Saya sendiri berniat akan menonton film ini untuk kedua kalinya. Well done, Bryan Singer. Anda berhasil merogoh kocek saya lebih banyak.
Semoga berkenan.
Tambahan:
Akan ada ending tambahan pada ujung film setelah credit list selesai (post credit). Isi dari ending tambahan tersebut sudah jelas berhubungan erat dengan film berikutnya X-Men: Apocalypse. Bakalan seru nih. Can't hardly wait!
Sang sutradara, Bryan Singer layak diapresiasi atas kesuksesan film ini. Ia telah melakukan pekerjaan yang sempurna untuk me-reboot ulang serial film X-Men dengan cara, well, bisa dikatakan jenius! Bryan menghubung-hubungkan kisah yang ada pada film X-Men, X2, X-Men: The Last Stand, X-Men: First Class dan The Wolverine dengan cara yang cerdas. Alhasil, timeline menjadi "bersih" kembali dengan menampilkan alternate universe yang baru. Tentu saja ini sangat diamini sekali oleh para penggemar berat komiknya. Dengan demikian, film X-Men berikutnya sudah pasti akan hadir kembali tokoh-tokoh X-Men yang ikonik, seperti Scott Summers/Cyclops (favorit saya ini!), Jean Grey/Phoenix, dll. Wow! Sekedar informasi, tahun 2016 akan rilis film X-Men berikutnya yang sudah resmi diberi tajuk X-Men: Apocalypse.
Mengenai film X-Men: Days of Future Past itu sendiri, sesuai judulnya film ini mengambil alur maju dan alur mundur. Diceritakan bahwa kehadiran Sentinel, robot anti sekaligus pemusnah mutant, mengancam kelangsungan hidup dari seluruh mutant yang ada di muka Bumi. Oleh karena itu, Professor X (Patrick Stewart), Magneto (Ian McKellen), Wolverine (Hugh Jackman) dan beberapa mutant yang tersisa memiliki ide untuk menerobos waktu ke masa lalu guna merubah takdir dengan cara mengantisipasi terlebih dahulu bagaimana Sentinel itu diciptakan dan dibuat. Diutuslah Wolverine untuk mengarungi masa lalu. Dan di sana nantinya Logan akan bertemu dengan Professor X dan Magneto muda, yang sesuai dengan film X-Men: First Class. Berhasilkah misi tersebut?
X-Men: Days of Future Past memakan waktu sekitar 130 menit. Lumayan lama. Tapi percayalah, saking intens, seru dan fun-nya film ini, penonton tidak akan menyadari bila film sudah berada pada penghujung cerita. Sangat direkomendasikan untuk ditonton! Mumpung filmnya masih tayang di bioskop-bioskop. Saya sendiri berniat akan menonton film ini untuk kedua kalinya. Well done, Bryan Singer. Anda berhasil merogoh kocek saya lebih banyak.
Semoga berkenan.
Tambahan:
Akan ada ending tambahan pada ujung film setelah credit list selesai (post credit). Isi dari ending tambahan tersebut sudah jelas berhubungan erat dengan film berikutnya X-Men: Apocalypse. Bakalan seru nih. Can't hardly wait!
Friday, May 30, 2014
DISTORSI MAXIMUM IX
Pada hari Rabu, tanggal 28 Mei 2014 kemarin, DISTORSI MAXIMUM resmi digelar kembali. Kali ini dengan episode yang ke-9. DISTORSI MAXIMUM terakhir kali diadakan pada tahun 2012 lalu. Jadi bisa dibilang DISTORSI MAXIMUM vakum selama setahun lebih. DISTORSI MAXIMUM adalah event metal yang diselenggarakan oleh komunitas PALANGKA RAYA METAL CORNER (kerap disebut PMC). Dan bisa dikatakan event metal terbesar dan ternama yang ada di kota Palangka Raya. Sebab gaungnya sudah mencapai kota-kota lain, termasuk ke pulau Jawa.
DISTORSI MAXIMUM #9 kali ini cukup spesial. Karena menampilkan headliner sebuah band brutal death metal asal Indiana, Amerika Serikat, yaitu GORGASM. Bagi pecinta musik metal, khususnya brutal death metal, nama GORGASM sangatlah tidak asing lagi di telinga. Bahkan dipuja dan dihormati. Itu wajar. Sebab band yang eksis sejak tahun 1994 dan terdiri atas 4 orang personil ini disebut-sebut sebagai band yang memberikan influence (pengaruh) musik aliran tersebut kepada band-band beraliran sejenis di belahan dunia manapun.
Kehadiran GORGASM pada DISTORSI MAXIMUM #9 merupakan salah satu rangkaian turnya ke Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia). Tur tersebut diberi tajuk DESTINED TO VIOLATE. Juga sekalian promosi album barunya GORGASM yang akan rilis bulan Juli 2014 mendatang. Sebelum mendarat di Palangka Raya, GORGASM terlebih dahulu beraksi di BOGOR DEATH FEST #4 (25 Mei) dan SIDOARJO EXTREME METAL (27 Mei). Dan tanggal 29 Mei GORGASM perform di Makassar dalam acara IMMORTAL STAGE. Dan Makassar merupakan perhentian terakhir tur GORGASM di Indonesia.
Pagelaran DISTORSI MAXIMUM #9 didahului dengan penampilan band-band lokal. Baik Palangka Raya juga dari kota lainnya (seputaran Kalimantan Tengah). Untuk luar kota sebut saja seperti PADUNG HITAM (black metal) dari Sampit, HERNIATED (grindcore) dari Pangkalan Bun, REPUBLIC OF HELL (grindcore) dari Tamiang Layang bahkan sampai dengan NEW DAY IS OVER (metalcore) dari Banjar Baru. NEW DAY IS OVER pernah menjadi finalis 24 besar LA INDIEFEST regional Surabaya tahun 2009 silam. Sedangkan dari dalam kota diantaranya ada DEAD OCCULTA (gothic metal), SIMPHONY HITAM (gothic metal), THE MORTAL (black metal) GOROK (death metal), EILEITHYA (gothic metal) dan tentunya STONEHEAD band beraliran hardcore yang punya nama dan memiliki jam terbang tingkat tinggi. Tidak ketinggalan band yang relatif baru, namun layak diperhitungkan. Seperti TIMPAS (death metal), VISCERAL LOBOTOMY (slam death metal) dan TETRALOGY OF FALLOT (groove metal).
Selesai dengan penampilan dari 14 band lokal, GORGASM akhirnya menggebrak DISTORSI MAXIMUM #9 dengan lagu-lagunya yang super duper brutal itu. Kurang lebih satu jam GORGASM menyiksa penonton dengan raungan-raungan riff gitar maha dahsyat dari Damian Leski dan Ryan Saylor, betotan juga cabikan ngotot bass miliknya Anthony Voight serta hyperblast drum tanpa henti Kyle Christman yang berpadu dengan kombinasi vokal antara Damian Leski dan Anthony Voight. Sebuah penampilan yang luar biasa memukau! Penonton pun mengamini apa yang diperagakan oleh GORGASM dengan bermoshing-ria di mosh-pit. Mulai dari headbang sampai dengan circle-pit. Total (jika tidak salah hitung) GORGASM menampilkan 17 buah lagu andalannya. Beberapa diantaranya seperti Dirty Cunt Beatdown, Disembodied, Coprophiliac, Stabwound Intercourse, Exhibit Repugnance, Necrosodomy, Mouthful of Menstruation dan Axe to Mouth. GORGASM tidak lupa menyelipkan 2 buah lagu barunya. Yaitu Destined to Violate dan Visceral Discharge. Pada malam itu GORGASM tampil luar biasa dan benar-benar sukses mengguncang Aula Harati, tempat DISTORSI MAXIMUM #9 diadakan.
Secara keseluruhan, DISTORSI MAXIMUM #9 berjalan dengan lancar tanpa menemui hambatan yang berarti. Terlihat sekali koordinasi dan komunikasi antar anggota panitia yang rapi. Salut dan jempol! Kekurangan mungkin ada pada pemilihan venue. Semoga DISTORSI MAXIMUM berikutnya bisa diadakan lagi. Dan tetap menghadirkan headliner yang oke punya.
METAL NYAMAH MAHUTUS!
DISTORSI MAXIMUM #9 kali ini cukup spesial. Karena menampilkan headliner sebuah band brutal death metal asal Indiana, Amerika Serikat, yaitu GORGASM. Bagi pecinta musik metal, khususnya brutal death metal, nama GORGASM sangatlah tidak asing lagi di telinga. Bahkan dipuja dan dihormati. Itu wajar. Sebab band yang eksis sejak tahun 1994 dan terdiri atas 4 orang personil ini disebut-sebut sebagai band yang memberikan influence (pengaruh) musik aliran tersebut kepada band-band beraliran sejenis di belahan dunia manapun.
Kehadiran GORGASM pada DISTORSI MAXIMUM #9 merupakan salah satu rangkaian turnya ke Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia). Tur tersebut diberi tajuk DESTINED TO VIOLATE. Juga sekalian promosi album barunya GORGASM yang akan rilis bulan Juli 2014 mendatang. Sebelum mendarat di Palangka Raya, GORGASM terlebih dahulu beraksi di BOGOR DEATH FEST #4 (25 Mei) dan SIDOARJO EXTREME METAL (27 Mei). Dan tanggal 29 Mei GORGASM perform di Makassar dalam acara IMMORTAL STAGE. Dan Makassar merupakan perhentian terakhir tur GORGASM di Indonesia.
Pagelaran DISTORSI MAXIMUM #9 didahului dengan penampilan band-band lokal. Baik Palangka Raya juga dari kota lainnya (seputaran Kalimantan Tengah). Untuk luar kota sebut saja seperti PADUNG HITAM (black metal) dari Sampit, HERNIATED (grindcore) dari Pangkalan Bun, REPUBLIC OF HELL (grindcore) dari Tamiang Layang bahkan sampai dengan NEW DAY IS OVER (metalcore) dari Banjar Baru. NEW DAY IS OVER pernah menjadi finalis 24 besar LA INDIEFEST regional Surabaya tahun 2009 silam. Sedangkan dari dalam kota diantaranya ada DEAD OCCULTA (gothic metal), SIMPHONY HITAM (gothic metal), THE MORTAL (black metal) GOROK (death metal), EILEITHYA (gothic metal) dan tentunya STONEHEAD band beraliran hardcore yang punya nama dan memiliki jam terbang tingkat tinggi. Tidak ketinggalan band yang relatif baru, namun layak diperhitungkan. Seperti TIMPAS (death metal), VISCERAL LOBOTOMY (slam death metal) dan TETRALOGY OF FALLOT (groove metal).
Selesai dengan penampilan dari 14 band lokal, GORGASM akhirnya menggebrak DISTORSI MAXIMUM #9 dengan lagu-lagunya yang super duper brutal itu. Kurang lebih satu jam GORGASM menyiksa penonton dengan raungan-raungan riff gitar maha dahsyat dari Damian Leski dan Ryan Saylor, betotan juga cabikan ngotot bass miliknya Anthony Voight serta hyperblast drum tanpa henti Kyle Christman yang berpadu dengan kombinasi vokal antara Damian Leski dan Anthony Voight. Sebuah penampilan yang luar biasa memukau! Penonton pun mengamini apa yang diperagakan oleh GORGASM dengan bermoshing-ria di mosh-pit. Mulai dari headbang sampai dengan circle-pit. Total (jika tidak salah hitung) GORGASM menampilkan 17 buah lagu andalannya. Beberapa diantaranya seperti Dirty Cunt Beatdown, Disembodied, Coprophiliac, Stabwound Intercourse, Exhibit Repugnance, Necrosodomy, Mouthful of Menstruation dan Axe to Mouth. GORGASM tidak lupa menyelipkan 2 buah lagu barunya. Yaitu Destined to Violate dan Visceral Discharge. Pada malam itu GORGASM tampil luar biasa dan benar-benar sukses mengguncang Aula Harati, tempat DISTORSI MAXIMUM #9 diadakan.
Secara keseluruhan, DISTORSI MAXIMUM #9 berjalan dengan lancar tanpa menemui hambatan yang berarti. Terlihat sekali koordinasi dan komunikasi antar anggota panitia yang rapi. Salut dan jempol! Kekurangan mungkin ada pada pemilihan venue. Semoga DISTORSI MAXIMUM berikutnya bisa diadakan lagi. Dan tetap menghadirkan headliner yang oke punya.
METAL NYAMAH MAHUTUS!
Saturday, May 24, 2014
INFEKSI - INFECTED CARCASS
Penampakan CD EP INFEKSI bertajuk Infected Carcass |
Siapakah sajakah orang-orang yang ada di dalam INFEKSI itu? Band yang terbentuk sejak Januari 2011 ini terdiri atas empat orang personil. Diantaranya adalah Beni yang menggawangi posisi drum, Rizka dengan gitarnya, Rony pada bass dan terakhir Hendri yang tentunya pada posisi vokal. Beni dan Hendri sebelumnya tergabung dalam band bernama NECROPHILIA. Sebuah band aliran brutal death metal yang gaung namanya terdengar sampai provinsi tetangga. Saat ini NECROPHILIA memutuskan untuk vakum sampai dengan waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal ini disebabkan gitarisnya, Bardot, pergi meninggalkan Indonesia melanglang buana ke negeri kangguru Australia. Sedangkan Rizka pernah bergabung dengan band grindcore asal kota Pangkalan Bun, yaitu BURNING BLOOD. Bagaimana dengan Rony? Pria yang bertubuh ceking ini juga pernah main di beberapa band beraliran keras. Seperti GENOCIDE, BLOOD INHIBITOR, BRUTUFUCK, dll. Bahkan bila tidak salah Rony juga sempat gabung dalam band beraliran black metal KROMO LEYO bareng Beni.
Kembali ke EP ini. Setelah saya mendengarkan EP ini secara berulang-ulang kali, secara sekilas memang sangat terlihat sekali betapa ambisiusnya Beni cs di dalam menggarap EP ini. Mungkin yang menjadi kendala adalah soal kualitas rekaman dan mixing yang belum terbilang sempurna. Bisa dimaklumi karena memang susah menemukan studio yang benar-benar bagus di kota Palangka Raya sini. Dan juga memainkan metal membutuhkan setting khusus demi terciptanya kualitas suara yang diinginkan.
Total EP Infected Carcass ini berisikan 8 buah lagu. Itu sudah termasuk dengan 2 buah lagu versi demo. EP dibuka dengan sebuah track lagu berjudul Festering Flesh (02:08). Sebuah tembang yang cukup brutal dan tanpa basa basi. INFEKSI sedikit memberikan beberapa groove agar terlihat lebih beradrenalin. Berikutnya, sebuah tittle track, Infected Carcass (02:07). Lagu yang menjadi favorit saya. Beni memainkan drumnya dengan cukup aktraktif. Hyper blast dan pedal drum yang cepat yang berkomunikasi baik dengan riff-riff gitar Rizka dan betotan bass Rony. Selesai Infected Carcassm, dilanjutkan dengan Severe Deception (02:08). Riff-riff gitar yang cukup groove setidaknya bisa membuat pendengarnya untuk menggoyangkan kepala naik turun. Next, Lust for Killing (02:20). Sebuah lagu yang pernah dirilis dalam bentuk demo di tahun 2013 lalu. Sebuah lagu yang layak dijadikan highlight dalam EP ini. Berbeda dengan versi demonya, versi EP-nya kali ini terasa lebih bernyawa. Everlasting Torment (02:23), menampilkan riff-riff cepat bagaikan deru angin ribut. Ditambah lagi dengan permainan drum yang kompleks. Aksi Henri cukup mumpuni di sini. Terutama exhalenya itu. Intestinal Excrement (02:37), sebuah lagu yang cukup oke untuk menyudahi EP ini.
Sebenarnya masih ada dua buah lagu lagi, yaitu Lust for Killing (Demo 2013) dan Necro Tortured (Demo 2012). Namun tidak banyak yang bisa saya komentari. Hanya saja saya menyayangkan sekali kenapa Necro Tortured tidak dimasukkan ke dalam penggarapan EP ini. Padahal saya sangat menyukai lagu ini.
Secara keseluruhan EP Infected Carcass yang memakan total durasi waktu 19 menit ini adalah sebuah karya dari pergerakan scene lokal yang sangat layak untuk diapresiasi dan dihargai. Mengingat sampai sekarang, seingat saya, belum ada band beraliran brutal death metal dari kota Palangka Raya yang menelurkan karya-karyanya berupa EP ataupun album. Apa yang dihasilkan oleh INFEKSI melalui perilisan EP-nya kali ini juga merupakan sebuah pesan agar band-band lokal tetap berkarya. Karena hanya dengan karyalah perjuangan sebuah band dapat dihargai, dapat dipelajari dan dijadikan patokan untuk perkembangan musik lokal selanjutnya.
Well done, INFEKSI!
In death we trust, in brutal we blast! Metal nyamah mahutus!
Sunday, May 18, 2014
GODZILLA
Tayang di Indonesia mulai tanggal 14 Mei 2014. Dan kebetulan saya nonton di hari pertama perilisannya. Well, setelah menontonnya, saya hanya bisa mengatakan bahwa Gojira di film ini adalah seorang jomblo yang rese abis. Kenapa rese? Sebab Gojira tidak rela melihat dua ekor Muto yang hendak kawin. Jadi itulah alasannya kenapa Gojira harus memusnahkan kedua Muto tersebut. Haha. Engga gitu ding. Hanya sekedar guyonan.
Godzilla, film yang secara total berdurasikan 2 jam 5 menit ini menurut saya sangat oke untuk ditonton, dengan catatan bahwa kalian memang pecinta sejati Godzilla. Bagi penonton awam, mungkin akan terpecah suaranya antara yang mengatakan filmnya jelek dan bagus. Harus diakui bahwa film yang memakan banyak dialog dan trolling secara berlebihan ini dapat menyebabkan datangnya rasa kantuk. Ditambah lagi dengan kekecewaan bahwa adegan aksi/pertarungan antara Gojira dan Muto sejatinya memakan waktu sekitar 30-40 menit saja. Sisanya diisi dengan cerita yang sebenarnya tidak terlalu berkembang.
Namun hal positif yang ada di film Gozilla kali ini adalah Gojiranya mengikuti versi Jepangnya. Yaitu bisa mengeluarkan semburan radioaktif (dikenal dengan Atomic Breath) yang keluar dari mulutnya. Ditambah lagi dengan kibasan ekornya yang sangat fenomenal itu. Bandingkan saja dengan film Godzilla rilisan tahun 1998 silam yang gagal itu.
So, kesimpulan akhir, apabila kalian memiliki uang lebih tidak ada salahnya untuk menonton film ini. Yang tidak punya uang, mungkin bisa menonton lewat DVD atau menunggu link streamingnya beredar di internet.
Oh iya, saat saya keluar dari studio bioskop (selepas film selesai), saya mendengar seorang anak kecil yang celetuk: "Ultramannya mana ya? Kok gak nongol?". Saya hanya bisa tersenyum saja. Sekedar informasi, pada awalnya karakter Gojira ini didesain oleh dua orang. Salah satunya bernama Eiji Tsuburaya. Merasa familiar dengan nama ini? Yup, dialah orang yang menciptakan tokoh Ultraman melalui Tsuburaya Productions-nya. Dan jangan tanya deh bagaimana popularitas dari Ultraman sekarang ini. Mendunia!
Godzilla, film yang secara total berdurasikan 2 jam 5 menit ini menurut saya sangat oke untuk ditonton, dengan catatan bahwa kalian memang pecinta sejati Godzilla. Bagi penonton awam, mungkin akan terpecah suaranya antara yang mengatakan filmnya jelek dan bagus. Harus diakui bahwa film yang memakan banyak dialog dan trolling secara berlebihan ini dapat menyebabkan datangnya rasa kantuk. Ditambah lagi dengan kekecewaan bahwa adegan aksi/pertarungan antara Gojira dan Muto sejatinya memakan waktu sekitar 30-40 menit saja. Sisanya diisi dengan cerita yang sebenarnya tidak terlalu berkembang.
Namun hal positif yang ada di film Gozilla kali ini adalah Gojiranya mengikuti versi Jepangnya. Yaitu bisa mengeluarkan semburan radioaktif (dikenal dengan Atomic Breath) yang keluar dari mulutnya. Ditambah lagi dengan kibasan ekornya yang sangat fenomenal itu. Bandingkan saja dengan film Godzilla rilisan tahun 1998 silam yang gagal itu.
So, kesimpulan akhir, apabila kalian memiliki uang lebih tidak ada salahnya untuk menonton film ini. Yang tidak punya uang, mungkin bisa menonton lewat DVD atau menunggu link streamingnya beredar di internet.
Oh iya, saat saya keluar dari studio bioskop (selepas film selesai), saya mendengar seorang anak kecil yang celetuk: "Ultramannya mana ya? Kok gak nongol?". Saya hanya bisa tersenyum saja. Sekedar informasi, pada awalnya karakter Gojira ini didesain oleh dua orang. Salah satunya bernama Eiji Tsuburaya. Merasa familiar dengan nama ini? Yup, dialah orang yang menciptakan tokoh Ultraman melalui Tsuburaya Productions-nya. Dan jangan tanya deh bagaimana popularitas dari Ultraman sekarang ini. Mendunia!
Saturday, May 17, 2014
CAPTAIN AMERICA: THE WINTER SOLDIER & THE AMAZING SPIDER-MAN 2
Captain America: The Winter Soldier tayang di Indonesia pada awal bulan April 2014 lalu. Merupakan sekuel dari Captain America: The First Avenger serta mengambil setting setelah film maha sukses The Avengers tahun 2012 itu. Captain America: The Winter Soldier merupakan film ke-9 Marvel semenjak MCU (Marvel Cinematic Universe) yang dimulai tahun 2008 dengan film Iron Man. Secara keseluruhan The Winter Soldier, bagi saya, adalah film yang sangat bagus. Bahkan dengan berani saya mengatakan bahwa The Winter Soldier adalah film terbaik Marvel hingga saat ini. Cukup berbeda dengan film superhero Marvel lainnya, The Winter Soldier menawarkan sesuatu yang beda. Sebuah film dengan nuansa political thriller. Menampilkan berbagai intrik politik, penyalahgunaan kekuasaan dan pengkhianatan di dalamnya. Kurang lebih mengingatkan kita akan trilogi The Bourne (aksi spionasenya). Bila karakter utamanya tidak menggunakan kostum yang ikonik dan menggunakan tameng, kita tidak tahu bahwa ini adalah film yang diadaptasi dari sebuah komik.
Alur cerita memang sedikit berat dengan banyak dialog. Namun saya rasa masih mampu dicerna oleh penonton. Alur ceritanya semakin berkembang di tiap menitnya. Dan mencapai klimaks pada akhir film. Sebuah klimaks yang membuat penonton tersadar bahwa telah digiring dalam sebuah permainan manipulasi pikiran. Walaupun bernuansa political thriller, bukan film superhero namanya kalau tidak menyertakan adegan aksi pertarungan (hand combat) yang cukup seru, real (tidak berlebihan) dan mampu membuat adrenalin penonton terpompa.
Penokohan karakter yang dilakoni oleh Chris Evans (sebagai Steve Rogers/Captain America) dan Scarlett Johansson (sebagai Black Widow) semakin lama semakin matang saja. Ini berarti mereka sudah nyaman di dalam memerankan karakter tersebut. Kredit layak diberikan juga kepada Sebastian Stan yang berperan sebagai The Winter Soldier, sosok yang dingin, pendiam dan tanpa ampun.
Alhasil, Captain America: The Winter Soldier adalah sebuah film yang menyenangkan. Layak untuk disimak. Tidak sabar rasanya untuk menunggu The Guardian of the Galaxy yang rencananya akan rilis antara bulan Juli dan Agustus ini.
Sekarang giliran The Amazing Spider-Man 2 yang akan saya coba review secara singkat. Rilis di Indonesia tanggal 30 April 2014. Sekuelnya kali ini diberi tajuk Rise of Electro. Melihat tajuknya, serta juga trailernya yang menurut saya terlalu jor-joran previewnya, The Amazing Spider-Man 2 menampilkan Electro sebagai villaninya. Villain yang kurang populer sebenarnya di komik. Kalah jauh dibandingkan dengan Lizard, Green Goblin, Doctor Octopus, Sandman bahkan Venom atau Carnage. Tapi melalui peran yang dilakukan oleh Jamie Foxx, karakter Electro mendapatkan tempat di hati penonton.
Di tangan asuhan sutradara Alan Taylor, The Amazing Spider-Man 2 seakan-akan berubah menjadi film drama remaja yang kental dengan kisah seluk beluk percintaan. Bagi sebagian orang, drama yang dihadirkan pada film ini terlihat terlalu banyak dan bertele-tele. Yang mungkin bisa membuat penonton sedikit merasa jenuh dan kebosanan di atas kursi studio bioskop. Karena sejatinya yang namanya Spider-Man tentu harus penuh dengan adegan aksi. Sang sutradara sepertinya ingin menonjolkan hubungan yang emosional antara Peter Parker dan Gwen Stacy. Ditambah juga dengan ragu-ragunya Peter Parker untuk mencintai Gwen Stacy karena menganggap pekerjaan yang dilakukan oleh dia (Spider-Man) adalah pekerjaan yang berbahaya dan beresiko. Peter ingin Gwen tidak terlibat di dalamnya.
Adegan aksi (walaupun kebanyakan menggunakan CGI dan special effect) di dalam film The Amazing Spider-Man 2 ini cukup memukau dan mengundang kagum. Terlebih lagi jika menonton filmnya dengan format 3D. Sangat terasa sekali efek 3D-nya.
Well, The Amazing Spider-Man 2 merupakan sebuah film yang fine-fine saja untuk ditonton. Btw, di sini akan ada sebuah kejadian yang sungguh tragis. Apa itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah kematian Gwen Stacy. Ups, spoiler kah? Dan, sayang sekali Rhino hanya tampil sekejab. Jika memang penampilannya hanya numpang lewat saja, harusnya Rhino tidak perlu ditampilkan dalam trailernya. Ahh....
Alur cerita memang sedikit berat dengan banyak dialog. Namun saya rasa masih mampu dicerna oleh penonton. Alur ceritanya semakin berkembang di tiap menitnya. Dan mencapai klimaks pada akhir film. Sebuah klimaks yang membuat penonton tersadar bahwa telah digiring dalam sebuah permainan manipulasi pikiran. Walaupun bernuansa political thriller, bukan film superhero namanya kalau tidak menyertakan adegan aksi pertarungan (hand combat) yang cukup seru, real (tidak berlebihan) dan mampu membuat adrenalin penonton terpompa.
Penokohan karakter yang dilakoni oleh Chris Evans (sebagai Steve Rogers/Captain America) dan Scarlett Johansson (sebagai Black Widow) semakin lama semakin matang saja. Ini berarti mereka sudah nyaman di dalam memerankan karakter tersebut. Kredit layak diberikan juga kepada Sebastian Stan yang berperan sebagai The Winter Soldier, sosok yang dingin, pendiam dan tanpa ampun.
Alhasil, Captain America: The Winter Soldier adalah sebuah film yang menyenangkan. Layak untuk disimak. Tidak sabar rasanya untuk menunggu The Guardian of the Galaxy yang rencananya akan rilis antara bulan Juli dan Agustus ini.
Sekarang giliran The Amazing Spider-Man 2 yang akan saya coba review secara singkat. Rilis di Indonesia tanggal 30 April 2014. Sekuelnya kali ini diberi tajuk Rise of Electro. Melihat tajuknya, serta juga trailernya yang menurut saya terlalu jor-joran previewnya, The Amazing Spider-Man 2 menampilkan Electro sebagai villaninya. Villain yang kurang populer sebenarnya di komik. Kalah jauh dibandingkan dengan Lizard, Green Goblin, Doctor Octopus, Sandman bahkan Venom atau Carnage. Tapi melalui peran yang dilakukan oleh Jamie Foxx, karakter Electro mendapatkan tempat di hati penonton.
Di tangan asuhan sutradara Alan Taylor, The Amazing Spider-Man 2 seakan-akan berubah menjadi film drama remaja yang kental dengan kisah seluk beluk percintaan. Bagi sebagian orang, drama yang dihadirkan pada film ini terlihat terlalu banyak dan bertele-tele. Yang mungkin bisa membuat penonton sedikit merasa jenuh dan kebosanan di atas kursi studio bioskop. Karena sejatinya yang namanya Spider-Man tentu harus penuh dengan adegan aksi. Sang sutradara sepertinya ingin menonjolkan hubungan yang emosional antara Peter Parker dan Gwen Stacy. Ditambah juga dengan ragu-ragunya Peter Parker untuk mencintai Gwen Stacy karena menganggap pekerjaan yang dilakukan oleh dia (Spider-Man) adalah pekerjaan yang berbahaya dan beresiko. Peter ingin Gwen tidak terlibat di dalamnya.
Adegan aksi (walaupun kebanyakan menggunakan CGI dan special effect) di dalam film The Amazing Spider-Man 2 ini cukup memukau dan mengundang kagum. Terlebih lagi jika menonton filmnya dengan format 3D. Sangat terasa sekali efek 3D-nya.
Well, The Amazing Spider-Man 2 merupakan sebuah film yang fine-fine saja untuk ditonton. Btw, di sini akan ada sebuah kejadian yang sungguh tragis. Apa itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah kematian Gwen Stacy. Ups, spoiler kah? Dan, sayang sekali Rhino hanya tampil sekejab. Jika memang penampilannya hanya numpang lewat saja, harusnya Rhino tidak perlu ditampilkan dalam trailernya. Ahh....
Saturday, April 05, 2014
THE RAID 2: BERANDAL
Film yang premiere pada tanggal 28 Maret 2014 ini sempat digadang-gadang sebagai film The Dark Knight-nya Indonesia. Sebab akan menampilkan isi cerita yang lebih dalam dan bagus. Namun apa yang terjadi? The Raid 2: Berandal terlalu dangkal dari segi cerita. Dialog yang masih kaku, plot-plot yang mudah ditebak dan juga alur yang kadang membosankan. Bayangkan saja. Selama 60 menit pertama saya gelisah tidak karuan di kursi studio bioskop sembari berharap agar terjadi adegan-adegan yang bisa membangkitkan diri dari kesuntukan. Untunglah selepas dari durasi tersebut, film sudah mulai asyik menemukan ritmenya.
Berbicara soal aksi, sepertinya tidak perlu disangsikan lagi. The Raid 2: Berandal sejatinya adalah film tentang baku hantam. Yang dibumbui dengan adegan-adegan kekerasan nan sadis dan mendetail yang bisa menyebabkan rasa ngilu pada penonton. Tapi cukup disayangkan. Adegan aksinya tidak menawarkan sesuatu yang baru dari film pertamanya. Masih berkutat di sekitar tebas menebas, mematahkan setiap tulang atau persendian serta benturan-benturan keras karena sebuah benda. Peragaan bela diri pencak silat yang ditonjolkan pada film ini kurang kentara sama sekali. Yang ada justru peragaan adegan laga ala film-film kung-fu dari dataran China sono. Saya kangen dengan Iko Uwais yang menampilkan pencak silat indah pada film Merantau lalu. Siapa sih yang tidak tertegun menyaksikan Silat Harimau dari Lembah Harau itu?
Salah satu adegan aksi yang layak diacungi jempol pada film ini, selain tentunya pertarungan terakhir antara Rama (Iko Uwais) dan The Assassin (Cecep Arif Rahman), adalah adegan kebut-kebutan mobil di jalan. Untuk kelas film Indonesia, adegan ini sudah sangat luar biasa. Tidak malu-maluin. Thanks to Gareth Evans. Penampilan dari Julie Estelle yang berperan sebagai Hammer Girl, gadis berwajah datar tanpa dialog namun memiliki sisi kejam sekaligus membuaskan, layak untuk diapresiasi. Penonton manapun pasti terpikat dan mengidolakan karakter yang satu ini. Lihat saja aksinya saat menyerang dan membunuh anggota genk di atas kereta api. Memorable banget! Demi perannya ini Julie Estelle dikabarkan ditempa secara khusus mempelajari bela diri silat selama 6 bulan. Luar biasa!
Di samping mementingkan unsur-unsur di atas, The Raid 2: Berandal secara singkat menampilkan sisi kemanusiaan yang dramatis. Lihat saja bagaimana Prakoso (Yayan Ruhian) seorang pembunuh kejam dan bengis yang tanpa banyak basa basi menuntaskan pekerjaannya namun pada akhirnya bertekuk lutut dengan seorang istri yang dicintainya. Sangat bertolak belakang. Memberi pesan bahwa keluarga adalah segala-galanya. Dan masih ada beberapa contoh lainnya yang bisa dijumpai dalam film ini.
Anyway, biarpun ada beberapa hal yang membuat saya kurang sreg akan film ini, tetap saja saya merekomendasikan untuk menonton film Indonesia yang satu ini. Sebab film inilah yang bisa membawa harum nama perfilman Indonesia. Film ini sendiri meraih banyak pujian di luar sana. Bahkan saat pemutaran di The Cannes Film Festival, The Raid 2: Berandal mendapatkan standing apllause. So, apalagi yang ditunggu?
Sini bolanya!
Tambahan: Film ini menampilkan banyak adegan kekerasan yang cenderung sadis dan brutal. Juga verbal yang kasar. Saat menonton di bioskop kemarin masih banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk menonton film ini. Sangat disesalkan.
Berbicara soal aksi, sepertinya tidak perlu disangsikan lagi. The Raid 2: Berandal sejatinya adalah film tentang baku hantam. Yang dibumbui dengan adegan-adegan kekerasan nan sadis dan mendetail yang bisa menyebabkan rasa ngilu pada penonton. Tapi cukup disayangkan. Adegan aksinya tidak menawarkan sesuatu yang baru dari film pertamanya. Masih berkutat di sekitar tebas menebas, mematahkan setiap tulang atau persendian serta benturan-benturan keras karena sebuah benda. Peragaan bela diri pencak silat yang ditonjolkan pada film ini kurang kentara sama sekali. Yang ada justru peragaan adegan laga ala film-film kung-fu dari dataran China sono. Saya kangen dengan Iko Uwais yang menampilkan pencak silat indah pada film Merantau lalu. Siapa sih yang tidak tertegun menyaksikan Silat Harimau dari Lembah Harau itu?
Salah satu adegan aksi yang layak diacungi jempol pada film ini, selain tentunya pertarungan terakhir antara Rama (Iko Uwais) dan The Assassin (Cecep Arif Rahman), adalah adegan kebut-kebutan mobil di jalan. Untuk kelas film Indonesia, adegan ini sudah sangat luar biasa. Tidak malu-maluin. Thanks to Gareth Evans. Penampilan dari Julie Estelle yang berperan sebagai Hammer Girl, gadis berwajah datar tanpa dialog namun memiliki sisi kejam sekaligus membuaskan, layak untuk diapresiasi. Penonton manapun pasti terpikat dan mengidolakan karakter yang satu ini. Lihat saja aksinya saat menyerang dan membunuh anggota genk di atas kereta api. Memorable banget! Demi perannya ini Julie Estelle dikabarkan ditempa secara khusus mempelajari bela diri silat selama 6 bulan. Luar biasa!
Di samping mementingkan unsur-unsur di atas, The Raid 2: Berandal secara singkat menampilkan sisi kemanusiaan yang dramatis. Lihat saja bagaimana Prakoso (Yayan Ruhian) seorang pembunuh kejam dan bengis yang tanpa banyak basa basi menuntaskan pekerjaannya namun pada akhirnya bertekuk lutut dengan seorang istri yang dicintainya. Sangat bertolak belakang. Memberi pesan bahwa keluarga adalah segala-galanya. Dan masih ada beberapa contoh lainnya yang bisa dijumpai dalam film ini.
Anyway, biarpun ada beberapa hal yang membuat saya kurang sreg akan film ini, tetap saja saya merekomendasikan untuk menonton film Indonesia yang satu ini. Sebab film inilah yang bisa membawa harum nama perfilman Indonesia. Film ini sendiri meraih banyak pujian di luar sana. Bahkan saat pemutaran di The Cannes Film Festival, The Raid 2: Berandal mendapatkan standing apllause. So, apalagi yang ditunggu?
Sini bolanya!
Tambahan: Film ini menampilkan banyak adegan kekerasan yang cenderung sadis dan brutal. Juga verbal yang kasar. Saat menonton di bioskop kemarin masih banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk menonton film ini. Sangat disesalkan.
Sunday, March 16, 2014
300: RISE OF AN EMPIRE
Saya curiga film 300: Rise of an Empire ini merupakan film gay terselubung. Soalnya banyak menampilkan pria macho berotot penuh testosteron dan memakai cawat doang. Haha. Hanya sekedar canda. Jangan ditanggapi dengan serius. Yup, saya sudah menonton film yang rilis tanggal 7 Maret kemarin ini. Menurut saya filmnya biasa saja. Tidak jelek dan juga tidak terlalu bagus. Cukup oke jika ditonton hanya untuk mengisi waktu luang atau menghabiskan waktu bersama teman juga gebetan mungkin?
Secara garis waktu, 300: Rise of an Empire merupakan prekuel dari 300 (namun sesekali mengambil alur waktu setelah 300). Dimana dikisahkan bagaimana awal mula masa kejayaan dari seorang Xerxes, raja Persia yang sangat disegani akan kekuatan dan kekuasaannya itu. Di saat Xerxes meluluhlantakkan kota Athena (setelah mengalahkan Leonidas), sang panglima perang berparas cantik tapi sadis, yakni Artemisia, juga ikut bertempur dari sisi lain dan mesti berhadapan dengan pasukan Yunani yang dikomandoi oleh Themistocles. Pertempuran antara Themistocles dan Artemisia inilah yang menjadi fokus dari film 300: Rise of an Empire ini.
300: Rise of an Empire tidak menghadirkan sesuatu yang baru dibandingkan 300 (kecuali pertempuran yang ada tidak melulu hanya di darat, tapi juga di laut). Walaupun bermodalkan pertarungan yang dipenuhi dengan adegan tebas menebas dan darah muncrat kemana-mana, namun harus diakui untuk sinematografi bisa dikatakan oke. Mulai dari slow motion, adegan laga dalam pertarungan satu lawan satu, dll. Well, sedikit dangkal di dalam pengembangan cerita. Saya sendiri sempat merasakan jemu kala di studio bioskop. Selain itu juga, Themistocles yang diperankan oleh Sullivan Stapleton kurang memiliki kharisma. Masih kebanting dengan peran luar biasa Gerard Butler sebagai Leonidas. Kredit justru diberikan kepada Eva Green yang memerankan karakter Artemisia dengan apik sekali. Eva Green membuat karakter Artemisia menjadi kuat dibandingkan Xerxes itu sendiri. Dalam film ini, oke lah Artemisia berhasil dikalahkan oleh Themistocles. Tapi berhasil mencuri dan memenangkan hati penonton dengan pesona karakternya.
Oh iya. Zack Synder tidak lagi menjadi sutradara pada film ini. Ia hanya bertindak selaku produser saja. Sutradara jatuh kepada Noam Murro. Apakah sutradara ini berhasil atau gagal di dalam menyutradari film 300: Rise of an Empire ini? Silakan tentukan sendiri.
Semoga berkenan.
Secara garis waktu, 300: Rise of an Empire merupakan prekuel dari 300 (namun sesekali mengambil alur waktu setelah 300). Dimana dikisahkan bagaimana awal mula masa kejayaan dari seorang Xerxes, raja Persia yang sangat disegani akan kekuatan dan kekuasaannya itu. Di saat Xerxes meluluhlantakkan kota Athena (setelah mengalahkan Leonidas), sang panglima perang berparas cantik tapi sadis, yakni Artemisia, juga ikut bertempur dari sisi lain dan mesti berhadapan dengan pasukan Yunani yang dikomandoi oleh Themistocles. Pertempuran antara Themistocles dan Artemisia inilah yang menjadi fokus dari film 300: Rise of an Empire ini.
300: Rise of an Empire tidak menghadirkan sesuatu yang baru dibandingkan 300 (kecuali pertempuran yang ada tidak melulu hanya di darat, tapi juga di laut). Walaupun bermodalkan pertarungan yang dipenuhi dengan adegan tebas menebas dan darah muncrat kemana-mana, namun harus diakui untuk sinematografi bisa dikatakan oke. Mulai dari slow motion, adegan laga dalam pertarungan satu lawan satu, dll. Well, sedikit dangkal di dalam pengembangan cerita. Saya sendiri sempat merasakan jemu kala di studio bioskop. Selain itu juga, Themistocles yang diperankan oleh Sullivan Stapleton kurang memiliki kharisma. Masih kebanting dengan peran luar biasa Gerard Butler sebagai Leonidas. Kredit justru diberikan kepada Eva Green yang memerankan karakter Artemisia dengan apik sekali. Eva Green membuat karakter Artemisia menjadi kuat dibandingkan Xerxes itu sendiri. Dalam film ini, oke lah Artemisia berhasil dikalahkan oleh Themistocles. Tapi berhasil mencuri dan memenangkan hati penonton dengan pesona karakternya.
Oh iya. Zack Synder tidak lagi menjadi sutradara pada film ini. Ia hanya bertindak selaku produser saja. Sutradara jatuh kepada Noam Murro. Apakah sutradara ini berhasil atau gagal di dalam menyutradari film 300: Rise of an Empire ini? Silakan tentukan sendiri.
Semoga berkenan.
Subscribe to:
Posts (Atom)