Berbagai situs film (IMDb, Rotten Tomatoes, Metacritic, dll) sepakat untuk memberikan nilai atau rating kurang bagus untuk film Fantastic Four ini. Dengan bekal itulah saya mencoba berekspektasi rendah saja terhadap film yang secara durasi memakan waktu kurang lebih 90-100 menit ini. Selain berekspektasi rendah, menonton Fantastic Four bukan lagi untuk mencari tahu seberapa bagus filmnya. Melainkan seberapa dan segimana kurang bagusnya film ini. Juga di mana letak kegagalannya? Dan selepas menyaksikan filmnya, well, ternyata memang kurang bagus sih. Saat masih belum beranjak dari kursi studio, saya cuma bisa bergumam dalam hati: "Lah, cuman segini doang?!"
Untuk storynya, agak berantakan sedikit karena kurang fokus. Padahal di bagian awal saya sudah merasa nyaman dengan sentuhan drama dari para tokoh-tokoh utamanya, lengkap dengan sisi emosinya. Plotnya terlampau biasa bila tak mau dikatakan bertele-tele. Kurang lebih mirip dengan FTV-FTV yang ditayangkan oleh TV-TV swasta Indonesia. Selama 1 jam lebih durasi film dihabiskan hanya untuk membangun plot yang ada. Sang sutradara, Josh Trank, rupanya mencoba untuk membuat Fantastic Four ini menjadi seperti Batman Begins-nya Christopher Nolan. Namun apa daya. Keasyikan membangun plot dengan nuansa yang serius serta gelap, ia lupa kalau film ini adalah film superhero yang memerlukan adegan aksi yang cukup banyak. Akhirnya apa saudara-saudara? Adegan aksi cuman hadir sekitar 15-20 menit saja. Dan itu ada menjelang film usai.
Yang perlu disayangkan juga adalah visual effect-nya yang juga biasa-biasa saja. Apa karena masalah budget sehingga tidak bisa menghasilkan kualitas visual yang top notch atau ada faktor lain? Mengherankan sekali.
Untung saja semuanya itu masih dapat tertolong oleh penokohan karakter yang menurut saya cukup apik. Thanks to Miles Teller, Michael B. Jordan, Kata Mara & Jamie Bell. Seandainya saja film ini dimainkan oleh aktor/aktris yang berbeda, sepertinya saya bakal menonton film ini dengan mata tertutup. Oh iya, hal lain yang saya suka dari film ini adalah filmnya yang fiksi-ilmiah banget! Sempat lupa kalau ternyata ini adalah film superhero.
20th Century Fox, selaku pihak pemegang lisensi Fantastic Four harus lebih berhati-hati ke depannya nanti. Salah satu hal yang juga menyebabkan film ini "flop" adalah dikarenakan tidak mau mengikuti pakem aslinya, yakni versi komik Fantastic Four itu sendiri. Bagaimana bisa Johnny Storm dibuat berkulit hitam seperti itu? Dan Susan Storm merupakan anak adopsi? Penampilan Dr. Doom yang jauh dari seharusnya. Dan lain-lain. Bagi penonton awam mungkin tidak terlalu mempermasalahkan. Beda halnya dengan kaum fanboy (sebutan untuk penggemar komik sejati). Ini ibarat sebuah ajakan perang. Terlebih lagi Fantastic Four adalah grup/tim superhero pertama miliknya Marvel Comics (sejak tahun 1961). Lebih dulu ada dari The Avengers (1963). So, jangan main-main dan diutak-atik sembarangan! Stick to the original!
Fantastic Four kali ini bisa dikatakan sebagai film adaptasi komik Marvel terlemah dari yang pernah ada. Fantastic Four (2005) dan Fantastic Four: Rise of the Silver Surfer (2007) besutan Tim Story justru masih lebih unggul. Saya kurang yakin apakah jadi dibuat sekuelnya atau tidak. Namun info resmi yang didapat mengatakan bahwa Fox akan merilis sekuelnya tahun 2017 mendatang. So, dilihat saja nanti. Dan saya percaya sekuelnya bisa berbicara lebih.
Akhir kata, Fantastic Four bukanlah sebuah film yang bagus. Jauh dari yang diharapkan. Namun tak separah itu. Tak ada salahnya untuk mencoba menonton film ini terlebih dulu. Sebab yang namanya selera itu relatif. Dan jangan lupa untuk menurunkan kadar ekspektasi anda. Biar bahagia.
5/10.
Tambahan:
- No after credit end scene. Begitu film selesai, langsung pulang saja.
- Tidak ada cameo Stan Lee di sini. Dikabarkan beliau merasa kurang sreg dengan film ini. Ntah di mananya. Padahal Stan Lee ini co-creator (pencipta) dari Fantastic Four.
No comments:
Post a Comment