Captain America: Civil War berhasil membuka fase ketiga dari Marvel Cinematic Universe (MCU) dengan apik dan memukau. Total fun! Duo sutradara yang memiliki hubungan adik kakak, yakni Anthony Russo dan Joe Russo, yang sebelumnya juga menggarap Captain America: The Winter Soldier, sekali lagi menampilkan sebuah karya yang layak untuk diacungi jempol. Sama seperti The Winter Soldier, Civil War kental dengan "tone" dan pendekatan yang berbau politik serta berbumbu thriller.
Secara kasat mata, Civil War adalah film yang mengisahkan "tawuran" antar superhero yang melibatkan tim Captain America dan tim Iron Man. Namun jelas ini bukan sekadar asal tawuran. Karena di dalamnya begitu banyak menampilkan permainan ego, idealisme, sarat akan emosi dan intrik. Duo sutradara berhasil menggali dan mengembangkan satu per satu karakter yang ada di film ini dengan sukses. Terlebih karakter utama yang berperan dalam konflik ini. Yaitu Captain America dan Iron Man. Didasari latar belakang militer, Captain America/Steve Rogers berpikir dengan logika dan etika. Sedangkan Iron Man/Tony Stark adalah pebisnis atau pengusaha, wajar bila ia seorang oportunis. Perselisihan dan perbedaan cara pandang antara dua orang "pemimpin" ini, serta tentunya juga campur tangan pihak ketiga yang memanfaatkan situasi inilah yang menjadi tema dalam film Civil War kali ini. Dan penonton dipaksa untuk memilih untuk mendukung di pihak yang mana.
Setengah jam pertama alur Civil War berjalan lambat. Bisa dimaklumi karena "plot" sedang dibangun. Setelah itu barulah film mulai berjalan dengan intens. Dan puncaknya adalah saat pertarungan maha megah serta hancur-hancuran antara tim Captain America dan tim Iron Man di airport. Saya yakin siapapun orangnya pasti terkesima dengan rentetan aksi di bagian ini. Bahkan bisa dibilang ini merupakan adegan aksi TERBAIK dari semua adegan aksi yang pernah ada di Marvel Cinematic Universe hingga saat ini!
Dan tentu saja, kehadiran pendatang baru Spider-Man dan Black Panther di Civil War ini benar-benar mencuri perhatian audiensi. Bahkan hebat! Kredit layak disematkan kepada Tom Holland dan Chadwick Boseman. Di mana Tom Holland berhasil memerankan Peter Parker yang aneh, kikuk, canggung dan jago guyon. Serta Chadwick Boseman yang sukses menokohkan seorang T'Challa yang memiliki kharisma pemberani, agung dan berinteligensi. Pihak Marvel/Disney melakukan casting pemain yang benar dan jenius! Kehadiran dua tokoh ini selain menjadi pelengkap yang pas, juga menawarkan kedinamisan yang seimbang bagi tim.
Bukan Marvel namanya bila tidak menghadirkan joke-joke yang menggelitik perut, baik itu yang datangnya dari verbal maupun bahasa tubuh yang konyol. Setidaknya dapat memberikan penyegaran di tengah seru dan derasnya konflik yang terjadi di Civil War ini.
Civil War akhirnya menjadi penyempurna bagi trilogi Captain America yang sudah dimulai sejak tahun 2011 lalu. Masih belum ada trilogi terbaik yang dimiliki oleh Marvel Cinematic Universe selain triloginya Captain America ini (trilogi Iron Man masih kalah jauh!). Semoga hal positif ini dapat menular ke film-film superhero Marvel Cinematic Universe lainnya.
Sebagai konklusi, Captain America: Civil War yang total berdurasi sekitar 2,5 jam ini sukses menjadi penghantar yang menawan bagi kehadiran Avengers: Infinity War. Menarik untuk diikuti konflik-konflik serta intrik apalagi yang akan terjadi di Marvel Cinematic Universe. Juga akan seperti apa dan bagaimana taktik Marvel/Disney berikutnya untuk memberikan tontonan superhero yang memuaskan bagi penonton awam maupun fanboy.
8,5/10.
Akan ada dua adegan tambahan. Yaitu di mid-credit dan post-credit. Tak terlalu penting sih. Jika malas menunggu, silakan diabaikan dan langsung keluar meninggalkan studio saja. Hehe.
Thursday, April 28, 2016
Wednesday, April 20, 2016
EYE IN THE SKY
Eye in the Sky, sebuah film bergenre drama dengan latar politik/militer yang dibalut kental dengan nuansa thriller serta diberi bumbu suspens, menawarkan sebuah tontonan menegangkan yang cukup intens menggedor sejak awal hingga akhir. Selama kurang lebih 2 jam tensi penonton dipompa terus, dan juga tak memberikan kesempatan pada penonton untuk mengalihkan pandangan dari layar walau hanya sekejab sembari bertanya-tanya dalam hati dan kepala akan seperti apa kesimpulan akhir dari film ini.
Selain menampilkan sisi drama yang kuat serta pertentangannya yang menguras emosi, film ini juga menghadirkan sisi sentimental yang cantik serta haru dari seorang gadis cilik yang hobby bermain hula hop. Well, ini adalah film bagus. Sangat layak untuk disimak!
Film Eyes in the Sky sendiri menceritakan tentang satuan militer pengguna drone di London, Inggris yang sering ditugaskan untuk mengawasi pergerakan sekelompok teroris. Pada operasi kali ini, mereka dipimpin oleh Kolonel Katherine Powell (diperankan secara apik oleh Helen Mirren). Mereka diberi tugas untuk menangkap sekelompok teroris di Nairobi, Kenya. Lokasi target adalah sebuah rumah yang telah lama diawasi oleh badan intelijen Inggris. Tujuan untuk menangkap para teroris yang merupakan otak di balik sebuah kasus bom bunuh diri itu menjadi sulit saat di lokasi penangkapan yang akan dihancurkan itu ternyata terdapat anak kecil.
Mengetahui kenyataan itu, Kolonel Katherine Powell dihadapkan pada situasi dan pilihan yang sangat sulit. Selaku pimpinan operasi ia harus segera memutuskan, apakah ia akan menghancurkan persembunyian teroris walaupun ada anak kecil di situ atau harus menundanya dengan resiko para teroris itu bisa berpencar lagi untuk melakukan aksinya dan itu artinya misi mereka gagal.
Ditengah tekanan yang begitu hebat itu, Kolonel Katherine Powell tetap harus mengambil waktu yang tepat. Mereka dituntut untuk melakukan operasi dengan ketentuan waktu yang sangat ketat dan itu sangat tidak mudah. Menarik untuk disaksikan bagaimana mereka akan melakukan operasi itu.
8,5/10.
Selain menampilkan sisi drama yang kuat serta pertentangannya yang menguras emosi, film ini juga menghadirkan sisi sentimental yang cantik serta haru dari seorang gadis cilik yang hobby bermain hula hop. Well, ini adalah film bagus. Sangat layak untuk disimak!
Film Eyes in the Sky sendiri menceritakan tentang satuan militer pengguna drone di London, Inggris yang sering ditugaskan untuk mengawasi pergerakan sekelompok teroris. Pada operasi kali ini, mereka dipimpin oleh Kolonel Katherine Powell (diperankan secara apik oleh Helen Mirren). Mereka diberi tugas untuk menangkap sekelompok teroris di Nairobi, Kenya. Lokasi target adalah sebuah rumah yang telah lama diawasi oleh badan intelijen Inggris. Tujuan untuk menangkap para teroris yang merupakan otak di balik sebuah kasus bom bunuh diri itu menjadi sulit saat di lokasi penangkapan yang akan dihancurkan itu ternyata terdapat anak kecil.
Mengetahui kenyataan itu, Kolonel Katherine Powell dihadapkan pada situasi dan pilihan yang sangat sulit. Selaku pimpinan operasi ia harus segera memutuskan, apakah ia akan menghancurkan persembunyian teroris walaupun ada anak kecil di situ atau harus menundanya dengan resiko para teroris itu bisa berpencar lagi untuk melakukan aksinya dan itu artinya misi mereka gagal.
Ditengah tekanan yang begitu hebat itu, Kolonel Katherine Powell tetap harus mengambil waktu yang tepat. Mereka dituntut untuk melakukan operasi dengan ketentuan waktu yang sangat ketat dan itu sangat tidak mudah. Menarik untuk disaksikan bagaimana mereka akan melakukan operasi itu.
8,5/10.
Saturday, April 09, 2016
THE JUNGLE BOOK
The Jungle Book aslinya adalah sebuah buku karangan Rudyard Kipling yang diterbitkan tahun 1894 silam. Sebuah buku yang dianggap oleh sebagian penggemar buku sebagai buku legendaris. Juga masuk dalam daftar 1001 buku yang wajib dibaca sebelum wafat. Wow! Buku The Jungle Book sendiri di dalamnya berisikan beberapa buah kisah pendek. Salah satunya adalah kisah Mowgli, seorang anak kecil yang hidup di belantara hutan yang diasuh dan dibesarkan oleh keluarga serigala. Kisah Mowgli oleh Disney sudah pernah dibuatkan dalam bentuk film/animasi. Tidak hanya film/animasi, Mowgli juga sempat merambah komik dan video games. Dan pada tahun 2016 ini, kisah Mowgli kembali dihadirkan dalam sebuah film (live-action) dengan judul yang sama, yaitu The Jungle Book. Rilis hari Jumat (8 April 2016) kemarin di Indonesia, seminggu lebih awal dibandingkan perilisannya di kawasan Amerika Utara.
Tipikal film-filmnya Disney yang berkategori semua umur (bila tidak ingin dikatakan filmnya anak-anak), The Jungle Book menawarkan sebuah kebahagiaan dan keceriaan yang bisa dijumpai melalui karakter-karakter di dalamnya. Selain itu pula menampilkan petualangan yang menyenangkan, seru dan juga menegangkan. Belum lagi ditambah dengan latar belakang pemandangan yang cantik serta indah, walaupun kebanyakan berupa CGI. Yang membuat film ini lebih hidup adalah kualitas voice acting-nya. Bagaimana tidak, untuk dubbernya diisi oleh aktor-aktor watak yang terkenal serta mumpuni. Seperti Bill Murray yang mengisi suara Baloo si beruang madu yang lucu terkesan urakan, Ben Kingsley mengisi suara Bagheera si macan kumbang yang bijaksana, dll.
Dari segi penuturan cerita memang bisa dikatakan sedehana, bahkan mungkin tidak ada sesuatu yang baru. Tapi, cara bercerita yang benar-benar humanisme setidaknya menjadi salah satu poin tersendiri bagi film ini. Semua binatang yang ada di film ini seakan-akan sama seperti kita manusia yang memiliki watak serta budi pekerti. Beberapa penyegaran yang ditampilkan berupa humor dalam canda-canda menggelitik juga setidaknya mampu membuat penonton minimal tersenyum lebar. Dan terakhir, penampilan dari Neel Sethi, si aktor cilik berdarah India yang berperan sebagai Mowgli cukuplah menjanjikan.
Secara keseluruhan, film yang disutradarai oleh John Favreau (yang sempat menangani Iron Man, Iron Man 2, Chef, dll) merupakah sebuah film yang benar-benar menyenangkan, membahagiakan sekaligus mengharukan. Dengan total durasi sekitar 110 menit, The Jungle Book cocok sekali sebagai sebuah tontonan keluarga. Karena bebas dari unsur kekerasan dan adegan yang tak pantas. Dan bagi penggemar berat The Jungle Book, inilah saat yang tepat untuk bernostalgia. Terima kasih layak ditujukan kepada Disney yang telah mengangkat kisah Mowgli dan teman-temannya ini ke layar lebar kembali.
7,5/10.
Auuuuuuu............
Tipikal film-filmnya Disney yang berkategori semua umur (bila tidak ingin dikatakan filmnya anak-anak), The Jungle Book menawarkan sebuah kebahagiaan dan keceriaan yang bisa dijumpai melalui karakter-karakter di dalamnya. Selain itu pula menampilkan petualangan yang menyenangkan, seru dan juga menegangkan. Belum lagi ditambah dengan latar belakang pemandangan yang cantik serta indah, walaupun kebanyakan berupa CGI. Yang membuat film ini lebih hidup adalah kualitas voice acting-nya. Bagaimana tidak, untuk dubbernya diisi oleh aktor-aktor watak yang terkenal serta mumpuni. Seperti Bill Murray yang mengisi suara Baloo si beruang madu yang lucu terkesan urakan, Ben Kingsley mengisi suara Bagheera si macan kumbang yang bijaksana, dll.
Dari segi penuturan cerita memang bisa dikatakan sedehana, bahkan mungkin tidak ada sesuatu yang baru. Tapi, cara bercerita yang benar-benar humanisme setidaknya menjadi salah satu poin tersendiri bagi film ini. Semua binatang yang ada di film ini seakan-akan sama seperti kita manusia yang memiliki watak serta budi pekerti. Beberapa penyegaran yang ditampilkan berupa humor dalam canda-canda menggelitik juga setidaknya mampu membuat penonton minimal tersenyum lebar. Dan terakhir, penampilan dari Neel Sethi, si aktor cilik berdarah India yang berperan sebagai Mowgli cukuplah menjanjikan.
Secara keseluruhan, film yang disutradarai oleh John Favreau (yang sempat menangani Iron Man, Iron Man 2, Chef, dll) merupakah sebuah film yang benar-benar menyenangkan, membahagiakan sekaligus mengharukan. Dengan total durasi sekitar 110 menit, The Jungle Book cocok sekali sebagai sebuah tontonan keluarga. Karena bebas dari unsur kekerasan dan adegan yang tak pantas. Dan bagi penggemar berat The Jungle Book, inilah saat yang tepat untuk bernostalgia. Terima kasih layak ditujukan kepada Disney yang telah mengangkat kisah Mowgli dan teman-temannya ini ke layar lebar kembali.
7,5/10.
Auuuuuuu............
Subscribe to:
Posts (Atom)