X-Men: Apocalypse, tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai hari Rabu, tanggal 18 Mei 2016 kemarin. Saya masih heran kenapa film ini promosinya tidak gencar seperti Batman v Superman: Dawn of Justice maupun Captain America: Civil War ya? Lupakan saja. Well, filmnya mengambil timeline era awal tahun 1980-an setelah kejadian dalam film X-Men: Days of Future Past. Sudah bisa dikatakan bahwa X-Men: Apocalypse adalah dunia X-Men yang telah direset ulang. Agar lebih mudah menyimak film ini, juga tentunya supaya tak menimbulkan tanda tanya dalam pikiran bahkan kebingungan, ada baiknya sebelum menonton X-Men: Apocalypse mesti menyaksikan terlebih dahulu X-Men: First Class dan X-Men: Days of Future Past. Tentunya juga juga harus khatam X-Men (2000) dan X2 (2003) silam sebagai tambahan referensi.
Walaupun tidak menawarkan sesuatu yang baru dan sedikit memiliki kelemahan pada plotnya serta penyelesaian konflik yang terlalu enteng, secara keseluruhan bagi saya film X-Men: Apocalypse terasa seru dan asyik. Banyak menampilkan dialog, tapi masih oke dan dalam batas kewajaran. Adegan aksi beberapa diantaranya cukup memukau (terutama adegan Quicksilver dan Jean Grey) dan bisa dikatakan menjadi pertempuran yang paling hancur-hancuran, berdarah-darah serta sedikit sadis dibandingkan film-film X-Men sebelumnya. Untuk masalah para pemain, entah kenapa karakter-karakter utama di film ini gagal menampakkan kharismanya melalui peran yang dilakonkan. C'mon, man! Siapa sih yang tak memuja-muja karakter besar pada tim X-Men seperti Jean Grey, Cyclops, dll tapi kok terkesan recehan seperti itu. Untunglah beberapa karakter baru serta pengenalannya kepada penonton bisa mengobati itu.
Walaupun tidak terlalu kentara, sisi drama yang cukup menggugah emosi bisa dijumpai di film ini. Juga, seperti biasanya, pergolakan dari cara berpikir dan pandangan dari masing-masing karakter utama yang memiliki peran penting di film ini, yakni Profesor X dan Magneto, tersampaikan dengan jelas kepada penonton. Bagaimana Charles Xavier memiliki maksud dan niatan agar kaum mutant dapat menjalin hidup bersama dengan manusia, serta Erik Lehnsherr yang sudah mencoba hidup senormalnya namun justru manusialah yang menjadi biang masalah hingga akhirnya memutuskan perjalinan itu. Yang menjadi villain utama di film ini sudah barang tentu Apocalypse. Yang dikatakan merupakan seorang mutant pertama yang ada di Bumi. Apocalypse yang memiliki nama asli En Sabah Nur ini memiliki tujuan ingin menjadi tuhan yang bisa mengatur dan memiliki segalanya. Untuk tujuan itu dia memerlukan seorang Charles Xavier.
Berhubung settingnya awal tahun 80-an, jangan heran bila di filmnya banyak terdapat popular-culture yang sesuai dengan tahun tersebut. Seperti mesin permainan Pac-Man, Star Wars: Return of the Jedi, bahkan termasuk lagunya METALLICA yang berjudul The Four Horsemen!
Anyway, poin plus yang mungkin menyenangkan hati fanboy dari X-Men: Apocalypse ini adalah filmnya banyak menampilkan referensi dari komiknya. Mulai dari Weapon X, hubungan rahasia antara Magneto dan Quicksilver bahkan sampai dengan X-Force. Jangan lupa untuk tetap waspada karena banyak cameo-cameo yang hadir di film ini. Tebak di adegan mana Blob hadir?!
Akhir kata, X-Men: Apocalypse adalah sebuah tontonan yang cukup menghibur. Sebuah penutup yang pas bagi trilogi X-Men baru, walaupun masih kalah bila dibandingkan dengan First Class dan Days of Future Past. Namun yang pasti X-Men: Apocalypse bisa menjawab puzzle (teka-teki) yang kosong. Saya optimis kalau film X-Men selanjutnya mampu berjalan lebih bagus dan lebih lega tanpa ada beban dari film-film X-Men terdahulu sebelumnya (X-Men, X2 dan X-Men: The Last Stand).
7/10.
Tambahan:
Jangan pulang dulu. Sebab ada adegan tambahan. Cuma satu. Adegan tambahan tersebut ada pada ujung film setelah credit benar-benar selesai. Isinya? Pengenalan karakter baru yang mungkin akan hadir pada film X-Men berikutnya.
No comments:
Post a Comment