Power Rangers! Siapa sih yang tidak kenal dengan unit superhero berkostum warna-warni yang sempat tayang di televisi swasta Indonesia ini. Sebuah tontonan favorit bagi generasi angkatan 90-an dan selalu ditunggu-tunggu tiap penayangannya. Dengan dirilisnya Power Rangers versi layar lebar di tahun 2017 ini sudah barang tentu disambut hangat oleh penggemar beratnya. Terutama dimanfaatkan untuk bernostalgia semasa kecil maupun remajanya dulu. Power Rangers, yang kali ini merupakan origin story dan direboot sehingga tak memiliki kaitan apa-apa dengan film pendahulunya, seharusnya dapat menjadi tontonan nostalgia yang "wah" serta luar biasa. Namun sayang, kurang dieksekusi dengan baik sehingga bagi saya Power Rangers hanya terkesan sebagai sebuah film yang biasa-biasa saja.
Secara umum, kelemahan ada pada penuturan jalan cerita (storyline). Padahal film ini ditangani oleh sineas Dean Israelite, yang sempat menyutradari film Project Almanac yang asyik itu. Memakan durasi yang panjang untuk menuju klimaks, lebih drama dan sepi aksi (kecuali sekitar 30 menit menjelang film usai), untung saja Power Rangers ini masih tetap enak diikuti karena diselipi dengan petualangan seru serta cipratan komedi apik yang sesekali dapat mengundang gelak tawa penonton. Pemilihan aktor/aktris yang berperan sebagai kelima jagoan menurut saya sudah bagus dan pas.
Bukan Power Rangers namanya bila tak menghadirkan pertarungan antara monster dan robot raksasa. Karena di sinilah selling pointnya. Kehadiran Megazord yang desainnya sangat keren, megah dan memukau itu jujur sempat membuat saya sedikit merinding.
Akhir kata, hanya rasa nostalgialah yang membuat orang-orang ingin menonton film ini. Menyaksikan film ini juga diperlukan kesabaran tingkat tinggi. Karena "Morphin Time" hanya muncul sekali saja dan itu ada menjelang penghujung film.
6,5/10
Ranger Pink cakep!
No comments:
Post a Comment