Bisa dibilang jejak sejarah Kalteng sebagai lokasi ibu kota Indonesia
tidak hanya berupa Tugu Pemancangan Tiang Pertama Pembangunan Kota
Palangka Raya oleh Presiden Soekarno di Jl. S. Parman itu saja. Tetapi juga dibuktikan dengan keberadaan Tugu Dewan Nasional
yang bisa dijumpai di halaman Museum Balanga Jl. Tjilik Riwut Km 2,5
Palangka Raya. Tugu ini memiliki tinggi kurang lebih 5 meter dengan
maskot sebuah guci. Tugu inilah yang menjadi gagasan awal pembangunan
calon ibu kota masa depan oleh Soekarno.
Sejarah tentang tugu ini ada di dalam buku berjudul Kronik Kalimantan (ditulis oleh Nila Riwut) dan pernyataan dari almarhum Prof. Dr. Roeslan Abdulgani yang saat itu menjadi Wakil Dewan Nasional dan menjadi atasan Gubernur Kalteng Tjilik Riwut. Pernyataan dalam bentuk video tersebut diabadikan oleh cucu Tjilik Riwut, Clara Anindita.
Penetapan
calon ibu kota ditetapkan dalam sebuah rapat atau kongres Dewan
Nasional yang diketuai oleh Presiden Soekarno. Tjilik Riwut yang saat
itu adalah Gubernur Kalteng menjadi salah satu anggota Dewan Nasional
(bahkan mewakili Kalimantan). Dengan membawa data-data dan peta sebagai
pelengkap, Tjilik Riwut mengusulkan agar ibu kota harus dipindahkan ke
luar Jakarta. Selain karena Jakarta sudah banyak diisi oleh kepentingan
asing, juga karena Kalteng berada persis di tengah-tengah Indonesia dan
tidak akan diganggu oleh kekuatan-kekuatan luar. Gagasan dari Tjilik
Riwut ini langsung diterima oleh seluruh anggota Dewan Nasional dan
sepakat Kalteng akan menjadi ibu kota.
Kemudian Bung
Karno membentuk panitia untuk menindaklanjuti usulan tersebut. Presiden
Soekarno juga memerintahkan Prof. Roeslan Abdulgani untuk meresmikan
Tugu Dewan Nasional sebagai penanda kesepakatan. Tugu tersebut dibangun
di Jl. Tangkiling Km 2,5 yang kini posisinya ada di halaman Museum
Balanga Jl. Tjilik Riwut, Palangka Raya.
Dirangkum dari berbagai sumber: Nila Riwut, Esau A. Tambang, Kalteng Pos, dan Tabengan Online.
Saturday, August 24, 2019
Sunday, August 18, 2019
Upacara Bendera HUT RI di Lokasi Kebakaran Lahan
Oke, kembali ke topik. Aksi upacara bendera di lokasi kebakaran lahan ini dilaksanakan sebagai bentuk kegelisahan atas kondisi Kota Palangka Raya yang semakin hari semakin disesaki asap kebakaran lahan gambut. Kegiatan yang diinisiasi oleh kawan-kawan dari Institut Tingang Borneo Teater berjalan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Mungkin sekitar 20-30 menit. Upacara langsung diawali dengan pengibaran bendera merah putih, dimana yang bertugas membawakan, menggerek, danmengibarkan bendera adalah siswa dari SMA 5 Palangka Raya. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan naskah Teks Proklamasi. Disusul kemudian dengan menyanyikan lagu "Hari Merdeka" oleh seluruh peserta upacara, termasuk saya sendiri. Sebuah lagu yang sudah lama tidak saya dendangkan namun untungnya saya masih tetap hafal dengan liriknya. Dan akhirnya upacara bendera ini ditutup dengan pembacaan puisi oleh Abdul Hafidz berjudul "Bhinneka Tunggal ISPA". Sebuah puisi yang diciptakan oleh teman saya juga, yakni Arif Rosidin. Isinya begitu luar biasa. Siapapun yang membacanya saya yakin akan merasa tertampar.
Di sela-sela upacara bendera tersebut, helikopter water bombing kerap melintas di atas kepala kami. Maklum, karena lahan di sebelah tempat kami mengadakan upacara mengalami kebakaran. Bahkan beberapa orang polisi dari satuan Brimob juga tampak membantu memadamkan api dengan modal mobil water canon. Dari sini saya berkaca, bahwa upaya memadamkan kebakaran lahan itu tidak semudah dan seenak yang kita bayangkan. Berjibaku menghadapi api serta terpapar asap itu sungguh
menguras tenaga. Bahkan secara keras dapat saya katakan bahwa itu juga mempertaruhkan nyawa. Jadi ini mungkin menjadi pembelajaran bagi kita agar kita setidaknya sedikit memberikan apresiasi dan pengertian kepada seluruh petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan. Tidak ada salahnya juga bila kita mengiringi tugas mereka dengan doa-doa memohon keselamatan dan permohonan kesehatan yang prima.
Kebakaran hutan dan lahan yang melanda Kalimantan Tengah tahun 2019 ini bila tidak serius ditangani dan dibenahi maka jangan heran bila tragedi tahun 2015 akan terulang kembali. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi yang apik antara pemerintah, masyarakat, dll agar jangan membakar hutan dan lahan secara sembarangan. Edukasi, usaha pencegahan, dan pengawasan jauh lebih baik ketimbang penanganan atau memadamkan kebakaran.
Semoga Kalimantan Tengah di masa-masa mendatang baik-baik saja. Jangan lengah dan terlena. Itu saja kuncinya.
Foto: Denar/Kalteng Pos
Subscribe to:
Posts (Atom)